Monday, March 5, 2018

Jalan-jalan ke sikunir dengan Ubaloka Kota Semarang tahun 2018

Jalan-Jalan ke Sikunir dari Semarang

Awang jalan-jalan ke Sikunir Dieng
Sungguh akan menjadi pengalaman yang tidak terlupakan pada akhir pekan ini, 3-4 Maret 2018. Saya dan teman-teman Ubaloka kota Semarang jalan-jalan ke Sikunir Dieng.
Sebelumnya, kami bersepuluh (Awang, kak Heru, Adi, Govinda, Evi, Abdul, Supre, Fitri, Galuh, Heri) sudah mempersiapkan perjalanan dan perbekalan yang dibutuhkan, karena memang perjalanan ini sudah direncanakan jauh-jauh hari, tetapi mundur karena kesibukan. Sejak awal, kami merencakan akan berkemah di kaki bukit Sikunir di sekitar telaga cebong, maka dari itu tenda, matras, pasak, tali, kompor dan semua umberampe perkemahan mulai dipacking rapi dan dimasukkan ke mobil Mazda.
Usai belanja mie instan, roti, kopi, susu dan aneka jajan, Pukul 14.30 WIB kami mulai perjalanan dari Kwarcab Kota Semarang (Komplek kecamatan Ngaliyan Semarang), dengan menggunakan 2 mobil, Toyota Avansa dan Mazda. Avansa kami isi 6 orang, sedangkan yang Mazda 4 orang. Rute Perjalanan yang Kami rencanakan yaitu Ngaliyan, Mijen, Boja, Singorojo, Ngarianak, Bejen, Candiroto, Tambi, Dieng.
Dari Ngaliyan, Mijen, Boja, Singorojo, Ngarianak perjalanan kami lalui dengan  mulus, jalan agak bergelombang sampai rusak ketika sampai di daerah Bejen, tetapi setelah sampai di jalan utama Weleri-Parakan  jalan mulus kembali
.
Mobil Mogok
Pukul 16.45 WIB kami istirahat dan menjalankan ibadah Salat Ashar di Candiroto.  Pukul 17.00 WIB kami meneruskan di Tambi. Weh pemandangan pedesaan yang indah, kebun dan perbukitan menemani perjalanan kami. Tetapi ternyata itu tidak lama, cuaca cerah berubah, kabut dan hujan deras menghadang perjalanan kami. Jalanan yang semula mulus pun berubah menjadi jalan yang  terjal dan rusak parah, sampai di Dusun Sikatok  menjelang Perkebunan  Tambi, Mobil Mazda terperosok jalan yang rusak dan  mogok, dicoba si starter ternyata nihil, mesin tidak menyala.  Di tengah hujan deras, tanjakan di jalan yang rusak, ini menjadi cobaan. Mas heru (senior Ubaloka) turun dari mobil Avansa dan berusaha membantu, tetapi Mobil Mazda tetap tidak mau dihidupkan, Indikasi awal adalah Akinya drop.
Setelah mas heru kembali ke Avansa kami putuskan coba untuk di jamper, dengan aki mobil avansa, Di tengah hujan deras, kami bongkar-bongkar mobil. selang 30 menit, akhirnya mobil Mazda bisa menyala, "Alhamdulillah dalam hati, semoga perjalanan lancar", kita lanjutkan perjalanan, tetapi ternyata cobaan belum berhenti, tak jauh dari tempat mogok pertama, Mazda kembali Mogok, tercium bau kampas kopling. Mobil Mazda tidak mungkin untuk meneruskan perjalanan, dengan berat hati mobil Mazda beserta seluruh barang yang ada di dalamnya kita titipkan ke rumah warga, hanya barang pribadi yang kami bawa. Bagaimana pun, perjalanan harus tetap kita teruskan.
Konsekuensi mogoknya mobil mazda adalah seluruh penumpang di sana masuk ke mobil avansa. Mobil avansa harus di isi 10 orang penumpang beserta barang bawaanya. Apakah kuat mobil Avansa ini di isi 10 orang penumpang dan  harus meneruskan perjalanan melewati jalan rusak, dan terjal ?
Beruntung, di tengah kegundahan kami, lewat mobil pickup yang juga terperosok jalan rusak dan selip dikarenakan kurang beban, sehingga ban tidak menggigit jalan, Ibaratnya simbiosis mutualisme kami berlima (adi, Govinda, Heri, Awang, Supre), kami menawarkan menambahkan beban pickup dengan naik di bak belakang pickup, Pickup dapat jalan tanpa takut selip karena ada beban, sedangkan kami bisa nebeng sampai tempat yang landai dan jalan rusak berakhir. Dari baunya, pickup yang kami naiki adalah pickup yang baru mengangkut bawang. Hujan gerimis, dan udara yang menusuk tulang, menemani perjalan kami di bak belakang pickup. Jalan rusak, terjal dan mendaki itulah rute yang kami lewati untuk sampai ke Tambi.
Kami nebeng sampai pos pendakian Tambi, seandainya saja pickup sampai Dieng ya, kami berharap, ternyata hanya sampai Tambi. Wuih coba bayangkan jika tidak ada pickup tersebut,  mobil avansa di isi 10 orang lewat tanjakan terjal dan jalan yang rusak, bisa jadi mobil avansanya jebol juga mesinnya. Sampai Tambi waktu menunjukkan pukul 19.05 WIB kami putuskan untuk istirahat dan salat isya.

Lanjut Perjalanan
Perjalanan kami lanjutkan, tantangannya adalah mobil avansa di isi oleh 10 orang dengan bobot di atas rata-rata, padat berisi, untung jalannya sudah mulus kembali. Sopir kak Heru, Kursi depan kiri 2 orang (Evi dan Fitri), tengah 4 orang  (Awang, Supre, Heri dan Galuh), belakang (Abdul, Govinda dan Adi). Pelan tapi pasti, di tengah kabut dan tanjakan kami berdoa dalam hati semoga aman dan selamat sampai tujuan. Pukul 21.00 WIB tiba lah kami di Dieng, perasaan plong dan perut kosong. Sebelum sampai sikunir kami, mampir di warung untuk makan terlebih dahulu. Nasi goreng porsi jumbo kami santap dengan sangat lahap.
Pukul 22.15 WIB kami sampai desa Sembungan, desa di bawah kaki sikunir dan merupakan desa tertinggi di pulau Jawa. tanpa tenda dan perbekalan (ditinggal di mobil mazda), mau tidak mau kami harus sewa homestay. Bersepuluh kami menginap di homestay, cukup nyaman dengan biaya yang lumayan, 3 kamar (kamar mandi dalam) dengan harga Rp 450.000,00. Suara rintik hujan dan petir, udara yg dingin menusuk tulang, alam seakan membisikkan kepada kami, selamat datang di Sembungan Dieng. Ngantuk, mata tinggal 5 watt tapi sebelum tidur kami harus briefing terlebih dahulu, merencanakan kegiatan besok pagi. Hasilnya kami putuskan pukul 03.30 WIB harus berangkat ke sikunir. Malam itu kami di temani suara dengkuran merdu  saudara heri, ngok ngrok bla bla (mengigau tidak jelas).

Sunrise
Menanti Golden Sunrise, di Puncak Sikunir
Pukul 03.00 WIB alarm-alaram sudah mulai berbunyi (Alaram masing-masing bunyi tetapi ga ada yang bangun) dan mas Heru pun sudah mulai membangunkan kami. Bergegas kami bangun dari mimpi dan mempersiapkan perlengkapan yang akan kami bawa ke puncak. Bersepuluh kami masuk ke mobil kembali dan  langsung meluncur ke telaga cebong.
Pukul 04.00 WIB di telaga cebong, ternyata ruame buanget, bus-bus membawa pengunjung bukan hanya  muda  mudi, orang tua, anak, bapak, ibu, bahkan kakek nenek ternyata juga ada. Aktivitas naik gunung sekarang tidak mengenal usia, siapa saja bisa.
Sebelum kami berangkat kami berdoa, semoga perjalanan kami dimudahkan dan sehat. langkah demi langkah, setapak demi setapak kami berjalanan, awalnya kami melewati deretan toko, memasuki kaki bukit vegetasi mulai berubah kanan kiri tanaman liar, jalannnya sudah bagus, paving blok dan undak-undakan. Ternyata umur tidak bisa bohong, nafas mulai ngos ngosan, pelan tapi pasti anak tangga, demi anak tangga kami lalui. di tengah bukit  ternyata ada mushola, karena belum masuk subuh, kami lanjutkan perjalanan, setengah bukit yang kami lalu adalah jalan setapak, sampai bagian atas bukit ternyata juga ada mushola, wuih keren bro. mumpung sepi kami melangsungkan salat subuh, untuk salat kami membayar iuran Rp 3.000,00 harga yang sangat murah, bayangkan jika harus mengambil air wudhu dari bawah bukit.
Sudut Sikunir
setelah salat kami cari tempat untuk menanti sunrise, sambil menunggu kami keluarkan perbekalan, masak mie dan susu hangat, untuk mengusir dingin nya udara pagi. Di puncak Sikurnir di arah timur kami dapat melihat gugusan pengunungan, terlihat gunung sindoro, Sumbing, Merapi, Merbabu, Sungguh pemandangan yang Indah, Tak sabar kami menanti golden Sunrise.  jeprat jepret mengabadikan foto, selfi merupakan kegiatan lain yang kami lakukan. Pukul 05.30 WIB kok matahari belum muncul ya ? Matahari malu-malu muncul karena ada awan di sebelah timur menghalanginya. Perlahan warna langit menjadi kuning kemerahan, tetapi  Oh golden sunrise yang kami nantikan tidak sempurna, matahari sudah meninggi ketika muncul, Sedikit kecewa kami rasakan, tetapi pemandangan yang indah dan udara yang sejuk telah mengobatinya.
Selain spot di bagian timur bukit yang digunakan untuk melihat sunrise, ternyata di sisi barat bukit, kita juga dapat mendapati pemandangan indah, telaga cebong terlihat cantik dari atas bukit. Dari atas Bukit anan kiri sikunir adalah perbukitan, perbukitan yang penuh dengan tanaman kentang. Seakan dimana kaki dipijak di situ ada kebun kentang. Bukan hanya di tempat yang datar, sampai di lereng bukit yang terjal pun, terlihat kebun kentang. Memang di dieng darurat kerusakan hutan karena kentang.



Sikunir Arah barat, Telaga Cebong


Turun Bukit
Pukul 07.00 WIB ketika matahari mulai meninggi, kami putuskan untuk turun. Kami mampir di warung dan menikmati segelas teh hangat dan makanan khasnya, kentang bumbu rendang dan tempe kemul. Harga makanan-minuman di warung menurut saya harga yang wajar dan relatif murah untuk tempat wisata, aneka gorengan Rp 1.000, segelas teh hangat Rp 2.000, dan kentang rendang Rp 5.000. Di sekitar telaga Cebong dan Terminal memang banyak sekali warung yang menjual oleh-oleh khas dieng, seperti carika, aneka kethu (penutup kepala), kaos, bahkan bunga edelwise yang seharusnya di lindung pun ada.
Puas makan dan berfoto, kami kembali ke home stay. Istirahat dan mandi seharusnya aktivitas kami selanjutnya, tetapi ketika puter keran kok airnya  ga mengucur, aih ternyata kerannya mati, kami berusaha mencari pemilik homestay untuk komplain ternyata tidak ketemu, pemilik homestay sedang jualan di telaga cebong, ah sepertinya  mandi hanya mitos. Akhirnya kita tidak mandi, hanya masak dan packing persiapan pulang.
Toto bersepulh Gazebo untuk melihat golden sunrise
Kiri ke kanan (heri, Govinda, Fitri, Supre, Evi, Awang, Abdul, Kak Heru, Adi, Galuh)


Turun dari puncak


Kawah Sikidang
Kawah Sikidang
Pukul 11.00 WIB kami chek out dari homestay, sebelum kami pulang, kami berkunjung ke Kawah sikidang, Biaya masuk Rp 15.000, sampai di kawah sikidang, weh weh penjual masker menawarkan maskernya 1 Rp 2.000, dan Rp 5.000 dapat 3 itu yang mereka tawarkan. jalan masuk ke arah kawah bak seperti pasar oleh-oleh, sebenarnya di sana banyak spot foto tetapi untuk dapat berfoto di tempat tersebut akan dikenakan biaya Rp 5.000,00, kok lagi-lagi duit ya, semua bisa jadi duit di tempat wisata.
Sampai kawah dikidang cuaca ternyata mendung tebal, weh padahal awalnya saya ingin ke puncak agar dapat berfoto dengan background kawah sikidang. ah ya sudah di bawah saja ga apa2, saya tertarik dengan yang jual telur yang di rebus dengan air panas di kawah sikidang. Aneka telur rebus di jual dengan harga yang sama Rp.5.000, pengunjung dapat memilih, telur bebek, ayam kampung atau telur puyuh. Setelah saya rasakan ehm ternyata rasa dan teksturnya sama saja. Sama persis jika di rebus dalam panci.

Pulang
Cuaca yang semakin mendung memaksa kami agar segera pulang. Pukul 13.00 WIB kami tinggalkan kawah untuk pulang. Sebelumnya kami salat di masjid Dieng, ternyata airnya juga mau mati, air kerannya kecil buanget, tetapi aman tetap dapat wudhu walau dengan sabar. Setelah salat kami lanjutkan, tetapi kami sempatkan mampir untuk beli oleh-oleh carika, atas saran saudara Govinda  kami membeli di pusat pabriknya Carika, ehm harganay isi 6 adalah Rp 16.000,00 ternyata lebih mahal dari yang di sikunir. oke ga apa2.
Mobil avansa yang kami gunakan, sepertinya tidak mungkin jika akan kami gunakan bersepuluh sampai Semarang. Overload, dan rasa yang tidak nyaman karena terlalu sempit,  kami harus mengurangi jumlah penumpang, sampai Wonosobo, setelah makan di penyetan Aldan, kami putuskan. saya dan Heri naik bus. muter-puter di terminal Wonosobo cari bus ke arah Semarang. ternyata adanya bus Nusantara, yang tidak masuk terminal. saya dan Heri nunggu di warung bakso depan terminal.
Sekitar pukul 17.00 WIB bus Nusantara yang kami nanti akhirnya datang dan kami berpisah dengan rombongan utama. Masuk bus, kondektur bilang kursi di belakang mas, cari kursi kosong, ehm kayaknya kursinya penuh deh, hanya tersisa 2 bangku kecl di belakang, kursi darurat di atas tangga. Huh nasih-nasib penumpang gelap. Bus melaju, eh baru berjalan 5 menit ternyata bus berhenti istirahat, weh-weh jam berapa nih jika berhenti berhenti gini ya. Wonosobo-Semarang jarak 104 Km, perkiraan 3-4 jam perjalanan yang harus kita tempuh.
pukul 17.30 WIB bus berangkat dari rumah makan, menuju ke Semarang, wuih bus yang saya tumpangi ternyata sopirnya kayak Torreto, benar-benar ngebut, Bus PO Nusantara rasa Sumber Kencono, pokokke minggir, rak minggir tabrak. Pukul 20.00 WIB kami sudah sampai di sukun Banyumanik, padahal perkiraan saya mungkin pukul 21.00 WIB lah paling cepet sampai Semarang.
kami turun di sukun banyumanik, lalu meneruskan perjalanan naik grab ke ngaliyan. pukul 21.00 WIB kami sampai di Kwarcab. Saya kontak teman yang di avansa, ternyata mereka baru di Candiroto menitipkan mobil. weh saya kira bakal datang terakhir ternyata datang pertama.

wuih ini perjalanan yang luar biasa, sikunir-sikunir lain waktu mungkin harus kesana, untuk melihat golden sunrise. Oke demikian pengalaman kami untuk jalan-jalan dengan segala cobaan yang kami lalui. 
Saran saya,  jika hendak ke Dieng naik mobil, dan mobilnya tidak VIT, lebih baik hindari jalan Tambi, memang motong banyak, tetapi spekulasinya dan resikonya terlalu besar. salam 
Jalan-jalan Asik Awang