Tuesday, July 11, 2017

Candi Sukuh, Piramida Suku Maya Indonesia


Candi Sukuh, Piramida Suku Maya Indonesia
Candi Sukuh, Konon bentuknya sangat mirip dengan Piramida milik suku maya di Amerika Selatan
Ini sebenarnya satu trip ketika berkunjung di candi cetho, Candi Sukuh juga berada di lereng gunung lawu, kabupaten karanganyar. Sama Halnya menuju candi cetho, peringatannya adalah kendaraan Anda harus waras dan sehat untuk menuju ke tempat ini. Daripada motor mogok di tengah jalan, lebih baik di service dulu. 
Tiket masuk Rp 7.000, 00 Murah meriah untuk hal yang spektakuler menurut saya. Kenapa ? karena seakan kita seolah melihat piramida suku maya, bentuk bangunan trapesium, tentunya sangat berbeda dengan candi prambanan atau borobudur, tapi menurut saya candi ini benar-benar layak untuk di kunjungi.
eh iya, ketika masuk candi ini, pengunjung juga dimohon untuk memakai kain jarik dan bersikap sopan santun karena tempat ini juga merupakan tempat ibadah agama hindu, 

Referensi lain : Candi Sukuh adalah sebuah kompleks candi agama Hindu yang secara administrasi terletak di wilayah Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar,Jawa Tengah. Candi ini dikategorikan sebagai candi Hindu karena ditemukannya objek pujaan lingga dan yoni. Candi ini dianggap kontroversial karena bentuknya yang kurang lazim dan karena penggambaran alat-alat kelamin manusia secara eksplisit pada beberapa figurnya.

Candi Sukuh telah diusulkan ke UNESCO untuk menjadi salah satu Situs Warisan Dunia sejak tahun 1995.
Situs candi Sukuh dilaporkan pertama kali pada masa pemerintahan Britania Raya di tanah Jawa pada tahun 1815 oleh Johnson, Residen Surakarta. Johnson kala itu ditugasi oleh Thomas Stanford Raffles untuk mengumpulkan data-data guna menulis bukunya The History of Java. Setelah masa pemerintahan Britania Raya berlalu, pada tahun 1842, Van der Vlis, arkeolog Belanda, melakukan penelitian. Pemugaran pertama dimulai pada tahun 1928.
Lokasi candi Sukuh terletak di lereng kaki Gunung Lawu pada ketinggian kurang lebih 1.186 meter di atas permukaan laut pada koordinat 07o37, 38’ 85’’ Lintang Selatan dan 111o07,. 52’65’’ Bujur Barat. Candi ini terletak di Dukuh Sukuh, Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Candi ini berjarak kurang lebih 20 kilometer dari kota Karanganyar dan 36 kilometer dari Surakarta.


Bangunan candi Sukuh memberikan kesan kesederhanaan yang mencolok pada para pengunjung. Kesan yang didapatkan dari candi ini sungguh berbeda dengan yang didapatkan dari candi-candi besar di Jawa Tengah lainnya yaitu Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Bentuk bangunan candi Sukuh cenderung mirip dengan peninggalan budaya Maya di Meksiko atau peninggalan budaya Inca di Peru. Struktur ini juga mengingatkan para pengunjung akan bentuk-bentuk piramida di Mesir.

Kesan kesederhanaan ini menarik perhatian arkeolog termashyur Belanda, W.F. Stutterheim, pada tahun 1930. Ia mencoba menjelaskannya dengan memberikan tiga argumen. Pertama, kemungkinan pemahat Candi Sukuh bukan seorang tukang batu melainkan tukang kayu dari desa dan bukan dari kalangan keraton. Kedua, candi dibuat dengan agak tergesa-gesa sehingga kurang rapi. Ketiga, keadaan politik kala itu dengan menjelang keruntuhan Majapahit, tidak memungkinkan untuk membuat candi yang besar dan megah.

Para pengunjung yang memasuki pintu utama lalu memasuki gapura terbesar akan melihat bentuk arsitektur khas bahwa ini tidak disusun tegak lurus namun agak miring, berbentuk trapesium dengan atap di atasnya.

Batu-batuan di candi ini berwarna agak kemerahan, sebab batu-batu yang dipakai adalah jenis andesit..

Keindahan Candi Sukuh
Pada teras pertama terdapat gapura utama. Pada gapura ini ada sebuah sengkala memet dalam bahasa Jawa yang berbunyi gapura buta aban wong ("raksasa gapura memangsa manusia"), yang masing-masing memiliki makna 9, 5, 3, dan 1. Jika dibalik maka didapatkan tahun 1359 (Saka) (1437 Masehi). Angka tahun ini sering dianggap sebagai tahun berdirinya candi ini, meskipun lebih mungkin adalah tahun selesainya dibangun gapura ini. Di sisi sebelahnya juga terdapat relief sengkala memet berwujud gajah bersorban yang menggigit ekor ular. Ini dianggap melambangkan bunyi gapura buta anahut buntut ("raksasa gapura menggigit ekor"), yang juga dapat ditafsirkan sebagai 1359 Saka.



Gapura pada teras kedua sudah rusak. Di kanan dan kiri gapura terdapat patung penjaga pintu atau dwarapala yang biasa ada, namun dalam keadaan rusak dan sudah tidak jelas bentuknya lagi. Gapura sudah tidak beratap dan pada teras ini tidak terdapat banyak patung-patung. Pada gapura ini terdapat sebuah candrasangkala dalam bahasa Jawa yang berbunyi gajah wiku anahut buntut yang berarti “Gajah pendeta menggigit ekor” dalam bahasa Indonesia. Kata-kata ini memiliki makna 8, 7, 3, dan 1. Jika dibalik maka didapatkan tahun 1378 Saka atau tahun 1456 Masehi.

Pada teras ketiga ini terdapat pelataran besar dengan candi induk dan beberapa panel berelief di sebelah kiri serta patung-patung di sebelah kanan.

Tepat di atas candi utama di bagian tengah terdapat sebuah bujur sangkar yang kelihatannya merupakan tempat menaruh sesajian. Di sini terdapat bekas-bekas kemenyan, dupa dan hio yang dibakar, sehingga terlihat masih sering dipergunakan untuk bersembahyang.

Kemudian pada bagian kiri candi induk terdapat serangkaian panel dengan relief yang menceritakan mitologi utama Candi Sukuh, Kidung Sudamala.

Candi Cetho yang Indah


Candi Cetho yang Indah 


Awalnya saya tidak tahu perihal candi cetho, saya baru dari postingan teman-teman di IG, banyak yang memosting foto sedang berlibur ke candi cetho. Kok kayak nya menarik dan rekomendasi untuk di kunjungi. Akhirnya saya pun merencakan untuk jalan-jalan ke tempat tersebut dengan teman-teman.

Perjalanan menuju ke tempat tersebut adalah tantangan tersendiri, apalagi bagi pengendara motor, karena memang jalannya yang menanjak dan berkelok. Jika memang kendaraan Anda tidak kuat jalan di tanjakan, lebih baik urungkan niat Anda. Karena memang jalannya memang sangat menanjak, jika memaksakan diri sangat beresiko motor tidak kuat. Tetapi jika Anda sampai, Anda tidak akan kecewa, pemandangan nya indah dan udaranya sejuk.

Tiket masuk Rp 7.000, bayar di loket, lalu untuk adat di tempat tersbut, pengunjung harus mengenakan kain jarik/batik. Selain sebagai tempat wisata, candi cetho juga sebagai tempat wisata.

Sebelum masuk, kita disuguhi beberapa anak tangga, tidak capek kok, cuma beberapa tetapi ya cukup lah untuk pemanasan, sambil berfoto foto untuk menghilangkan lelah.

masuk ke dalam kita akan di suguhi pemandangan yang eksotis, candi ini memang tak semegah borobudur atau prambanan, tetapi candi ini menyuguhi hal yang lain, bentuk candi yang berundak, pemandangan yang indah dan udara yang sejuk, serta karya seni yang tak terpikirkan.


Referensi lain : Candi Ceto merupakan candi bercorak agama Hindu yang diduga kuat dibangun pada masa-masa akhir era Majapahit (abad ke-15 Masehi). Lokasi candi berada di lereng Gunung Lawu pada ketinggian 1496 m di atas permukaan laut[1], dan secara administratif berada di Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar.
Kompleks candi digunakan oleh penduduk setempat dan juga peziarah yang beragama Hindu sebagai tempat pemujaan. Candi ini juga merupakan tempat pertapaan bagi kalangan penganut kepercayaan asli Jawa/Kejawen.
Laporan ilmiah pertama mengenai Candi Ceto dibuat oleh van de Vlies pada tahun 1842[1]. A.J. Bernet Kempers juga melakukan penelitian mengenainya. Ekskavasi (penggalian) untuk kepentingan rekonstruksi dan penemuan objek terpendam dilakukan pertama kali pada tahun 1928 oleh Dinas Purbakala (Commissie vor Oudheiddienst) Hindia Belanda. Berdasarkan keadaannya ketika reruntuhannya mulai diteliti, candi ini diperkirakan berusia tidak jauh berbeda dari Candi Sukuh, yang cukup berdekatan lokasinya.
Ketika ditemukan keadaan candi ini merupakan reruntuhan batu pada 14 teras/punden bertingkat, memanjang dari barat (paling rendah) ke timur, meskipun pada saat ini tinggal 13 teras, dan pemugaran dilakukan pada sembilan teras saja. Strukturnya yang berteras-teras ("punden berundak") memunculkan dugaan akan sinkretisme kultur asli Nusantara dengan Hinduisme. Dugaan ini diperkuat oleh aspek ikonografi. Bentuk tubuh manusia pada relief-relief menyerupai wayang kulit, dengan wajah tampak samping tetapi tubuh cenderung tampak depan. Penggambaran serupa, yang menunjukkan ciri periode sejarah Hindu-Buddha akhir, ditemukan di Candi Sukuh.

Pemugaran pada akhir 1970-an yang dilakukan sepihak oleh Sudjono Humardani, asisten pribadi Suharto (presiden kedua Indonesia) mengubah banyak struktur asli candi, meskipun konsep punden berundak tetap dipertahankan. Pemugaran ini banyak dikritik oleh para pakar arkeologi, mengingat bahwa pemugaran situs purbakala tidak dapat dilakukan tanpa studi yang mendalam. Beberapa objek baru hasil pemugaran yang dianggap tidak original adalah gapura megah di bagian depan kompleks, bangunan-bangunan dari kayu tempat pertapaan, patung-patung yang dinisbatkan sebagai Sabdapalon, Nayagenggong, Brawijaya V, serta phallus, dan bangunan kubus pada bagian puncak punden.

Selanjutnya, Bupati Karanganyar periode 2003-2008, Rina Iriani, dengan alasan untuk menyemarakkan gairah keberagamaan di sekitar candi, menempatkan arca Dewi Saraswati, sumbangan dari Kabupaten Gianyar, pada bagian timur kompleks candi, pada punden lebih tinggi daripada bangunan kubus.

Pada keadaannya sejak renovasi, kompleks Candi Ceto terdiri dari sembilan tingkatan berundak. Sebelum gapura besar berbentuk candi bentar, pengunjung mendapati dua pasang arca penjaga. Aras pertama setelah gapura masuk (yaitu teras ketiga) merupakan halaman candi. Aras kedua masih berupa halaman. Pada aras ketiga terdapat petilasan Ki Ageng Krincingwesi, leluhur masyarakat Dusun Ceto.


Sebelum memasuki aras kelima (teras ketujuh), pada dinding kanan gapura terdapat inskripsi (tulisan pada batu) dengan aksara Jawa Kuno berbahasa Jawa Kuno berbunyi pelling padamel irikang buku tirtasunya hawakira ya hilang saka kalanya wiku goh anaut iku 1397[1]. Tulisan ini ditafsirkan sebagai fungsi candi untuk menyucikan diri (ruwat) dan penyebutan tahun pembuatan gapura, yaitu 1397 Saka atau 1475 Masehi. Di teras ketujuh terdapat sebuah tataan batu mendatar di permukaan tanah yang menggambarkan kura-kura raksasa, surya Majapahit (diduga sebagai lambang Majapahit), dan simbol phallus (penis, alat kelamin laki-laki) sepanjang 2 meter dilengkapi dengan hiasan tindik (piercing) bertipe ampallang. Kura-kura adalah lambang penciptaan alam semesta sedangkan penis merupakan simbol penciptaan manusia. Terdapat penggambaran hewan-hewan lain, seperti mimi, katak, dan ketam. Simbol-simbol hewan yang ada, dapat dibaca sebagai suryasengkala berangka tahun 1373 Saka, atau 1451 era modern. Dapat ditafsirkan bahwa kompleks candi ini dibangun bertahap atau melalui beberapa kali renovasi.

Pada aras selanjutnya dapat ditemui jajaran batu pada dua dataran bersebelahan yang memuat relief cuplikan kisah Sudamala, seperti yang terdapat pula di Candi Sukuh. Kisah ini masih populer di kalangan masyarakat Jawa sebagai dasar upacara ruwatan. Dua aras berikutnya memuat bangunan-bangunan pendapa yang mengapit jalan masuk candi. Sampai saat ini pendapa-pendapa tersebut digunakan sebagai tempat pelangsungan upacara-upacara keagamaan. Pada aras ketujuh dapat ditemui dua arca di sisi utara dan selatan. Di sisi utara merupakan arca Sabdapalon dan di selatan Nayagenggong, dua tokoh setengah mitos (banyak yang menganggap sebetulnya keduanya adalah tokoh yang sama) yang diyakini sebagai abdi dan penasehat spiritual Sang Prabu Brawijaya V.

Pada aras kedelapan terdapat arca phallus (disebut "kuntobimo") di sisi utara dan arca Sang Prabu Brawijaya V dalam wujud mahadewa. Pemujaan terhadap arca phallus melambangkan ungkapan syukur dan pengharapan atas kesuburan yang melimpah atas bumi setempat. Aras terakhir (kesembilan) adalah aras tertinggi sebagai tempat pemanjatan doa. Di sini terdapat bangunan batu berbentuk kubus.

Di bagian teratas kompleks Candi Ceto terdapat sebuah bangunan yang pada masa lalu digunakan sebagai tempat membersihkan diri sebelum melaksanakan upacara ritual peribadahan (patirtan). Di timur laut bangunan candi, dengan menuruni lereng, ditemukan sebuah kompleks bangunan candi yang kini disebut sebagai Candi Kethek ("Candi Kera").

Cuci Paru-Paru Di Candi Gedung Songo

Cuci Paru-Paru di Candi Gedung Songo 


Liburan merupakan kata yang paling saya sukai, jalan-jalan dan makan bersama teman-teman. Ini adalah liburan panjang idul fitri 1438 H, kami menyempatkan untuk tamasya ke Candi Gedung Songo. Kami pilih karena tempat nya memang tidak terlalu jauh dari Kota Semarang, tetapi juga kami menginginkan tempat yang sejuk dan berudara bersih. konon, candi Gedung songo adalah salah satu tempat dengan udara terbersih di Asia Tenggara. Sambil jalan-jalan sambil cuci paru-paru. 

Objek Wisata Candi Gedong Songo Semarang merupakan salah satu Objek Wisata di Bandungan yang berupa situs peninggalan umat Hindu yang dibangun pada pertengahan abad 9. Candi ini seperti namanya (songo yang artinya sembilan) sebetulnya terdiri dari sembilan bangunan candi yang tersebar di lereng gunung ungaran namun sekarang hanya tersisa lima buah candi saja.

Candi yang ditemukan oleh seseorang berkebangsaan Inggris bernama Thomas Stamford Raffless pada tahun 1804 ini berada di ketinggian sekitar 1200 meter di atas permukaan laut sehingga suhu udara di area ini cukup dingin (berkisar antara 19-27 derajat celcius) dan sesekali kabut tipis turun dari gunung.

Dari candi ke candi kita tidak akan merasakan lelah selama diperjalanan karena disuguhkan pemandangan alam dengan lereng gunung yang indah serta udara yang sejuk dan menyegarkan. Jadi sangat direkomendasikan sekali bagi Anda yang ingin berlibur bersama keluarga dan orang terdekat.
Candi Gedong Songo terletak di desa Candi kecamatan Bandungan kabupaten Semarang Jawa Tengah. Lokasi candi Gedong Songo dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan pribadi seperti sepeda motor dan mobil bahkan kendaraan besar seperti bis dengan jalanan yang naik dan kemiringannya sangat tajam (rata-rata mencapai 40 derajat). Diperlukan perjalanan sekitar 40 menit dari Kota Ambarawa atau sekitar 10 menit dari objek wisata Bandungan. Anda juga bisa menggunakan jasa ojek hingga ke pintu masuk area wisata. Dan jangan khawatir dengan kembalinya, karena banyak tukang ojek yang ngetem di depan loket masuk yang siap mengantarkan Anda turun.

Candi Gedong Songo mulai dibuka jam 06.00 dan tutup pada pukul 17.00 wib. Sedangkan harga tiket masuk ke area objek wisata Gedong Songo:
Wisatawan Domestik Rp.6.000,- (Senin s/d Jumat) dan Rp.7.500,- (weekend & libur nasional)
Wisatawan Mancanegara Rp. 35.000,-
Trekking dari candi Gedong 1 hingga Gedong 5 sembari menikmati indahnya pemandangan hamparan hutan pinus yang hijau dan tertata rapi. Anda juga bisa menyewa kuda untuk mengitari candi dari candi pertama hingga terakhir dengan harga yang bervariatif tergantung berat badan, jarak tempuh dan hari berkunjung. Berikut kisaran harganya:
– Wisata Desa Rp. 25.000,-
– Sampai pemandian air panas Rp. 40.000,-
– Sampai candi Gedong dua Rp. 30.000,-
– Paket candi Songo Rp 50.000,-
Di sekitar area wisata, terdapat area camping ground (area perkemahan) yang dapat dijadikan untuk mengadakan kegiatan camping.
Menikmati hangatnya berendam di pemandian air panas yang mengandung belerang yang dipercaya secara klinis dapat mengobati penyakit kulit.
Selain untuk kegiatan wisata, keindahan suasana alam Candi Gedong Songo sering dijadikan sebagai tempat untuk foto Pre Wedding.


Candi II- Candi Gedong Songo