Monday, December 31, 2018

Penjelajahan Candi di Daerah Prambanan dan Klaten


Penjelajahan ke Candi Di Prambanan dan Klaten

Candi Sewu yang Keren

Berawal dari percakapan singkat di Face Book, " Besok ke Prambanan yuk", dan di jawab "Mangkat", maka pagi itu kami ke Prambanan. Memang angan-angan untuk pergi ke Candi Prambanan dan Ratu Boko sudah lama muncul, tetapi karena kesibukan dan hal lain, menyebabkan belum terealisasi. Ini adalah sabtu tanggal 29 Desember 2018, hari hari terakhir liburan bagi kaum Guru.
Rifa malam itu tanya," Pak besok sido opo ora ?", Saya jawab sido Bro besok pukul 05.00 WIB saya ke selolahan' (SMA 7 Semarang). Dijawab Rifa "ok" Pagi itu saya bangun pukul 04.00 WIB untuk bersiap, mandi dll. karena tidak ada orang yang dapat dipamiti maka saya mengambil selembar kertas, saya tulis di lembar kertas tersebut " Saya Ke Prambanan dengan Rifa (guru sejarah SMA 7 Semarang) terus di tempel di papan pengumuman di kamar, sebagai petunjuk agar jika ada mencari jelas perginya ke mana.
Memulai Perjalanan dari Candi Ke candi, Kiri Rifa Irwansani (Versa)  dan Awang Wisnuaji (Mega Pro)
Semua di pack, jas hujan, Topi, dompet uang dll sudah ready, saya keluarkan si Mega (sebutan untuk motor Honda Megapro yang saya miliki) dan jreng saya menuju ke SMA 7 Semarang, di jalan saya kok ada yang ngganjel apa ya? ternyata saya lupa salat subuh (terlalu bersemangat), akhirnya saya putuskan untuk mampir sejenak di Masjid dekat kuburam di jatibarang. Setelah salat langsung saya teruskan perjalanan ke SMA 7 Semarang, sampai di SMA7 semarang, Rifa sudah menunggu dan sudah siap berangkat. Sejenak Rifa bersiap memakai jaket, helm dan slayer, Lewat mana Bro " Manut", "Gunung pati aja", saya jawab. Langsung kami mengendarai motor menuju ke Prambanan lewat gunung pati.

Sarapan
Perjalanan kami lewati dengan sangat lancar, jalan sepi dan lengang sehingga kami dapat melaju dengan cukup kencang. Awalnya kami akan sempatkan mampir ke Boyolali untuk sarapan, ternyata naggung karena baru pukul 06.30 WIB, sehingga kami putuskan untuk terus saja, baru sampai klaten kami mampir untuk sarapan di Sop Ayam Pak Min. Cukup nikmat sarapan yang kami makan, tidak salah mampir, 2 porsi sup ayam bagian dada, es teh, teh anget, krupup 2, tempe 2, nasi 3 porsi habis sekita Rp 40.000,00 menurut kami rasa dan harganya pas, enak dan tidak mahal. bisa direkomendasikan untuk perjalanan lain waktu mampir ke tempat tersebut. setelah kenyang kami lanjutkan perjalanan lagi.
Awal Petualangan di Prambanan
Candi Prambanan
Sampai di Candi Prambanan pukul 08.10 WIB, weh enak banget suasanan nya sepi kayaknya. karena parkirannya tidak banyak motor dan mobil, setelah itu kami masuk. Sebelum masuk ada biro yang menawarkan mengenai paket perjalanan, ada Prambanan, Ratu Boko, Candi Bayutibo dan Candi Hijau, ini sebetulnya yang menginspirasi kai ternyata di Prambanan tidak hanya ada candi Prambanan dan ratu boko, ada banyak destinasi yang lain dan tempatnya tidak terlampau jauh. Tetapi jika menggunakan biro tersebut biayanya lumayan Rp 650.000, 00 satu jeep, weh luamayan mahal... nanti aja mas kami pikir2 dulu.
Setelah itu kami langsung ke tiket di sana ada beberapa penawaran, Paket prambanan 45 Ribu dan Paket prambanan dan ratu boko Rp 75 ribu. Kami putuskan paket Prambanan dan ratu boko. Setelah kami membeli tiket kami masuk ke taman Prambanan, ketika membeli tiket tadi di beri petunjuk "belakang rumah kayu mas tempat nunggu jemputan", kata semorang petugas. Setelah registrasi tak menungggu lama mobil yang mengantar kami datang. Lalu kami menuju ke ratu boko, perjalanan tak begtu lama kurang lebih 20 menit udah sampat di ratu boko.

Keraton Ratu Boko
Keraton Ratu Boko

Di benak saya selama ini ratu boko saya kira adalah sebuah candi, kami masuk melewati teras teras dan sampai di gerbang ratu boko, tentunya ini adalah tempat yang paling ikonik dari ratu boko, kami sempatkan untuk berfoto dan berswafoto, disekitar kami rame wisatawan kalo dari bahasanya bukan dari Indonesia terlihat dari logatnya dari Malaysia. Sejenak kami membaca keterangan, sekilas membaca baru saya ngeh, ternyata ratu boko bukanlah candi melainkan sebuah kediaman yang besar atau sebuah keraton. selama ini yang saya kira batu2 berserak dari sisa candi adalah lantai atau pondasi dari bangunan.
Gerbang Keraton Ratu Boko
Suasanan di ratu boko sangat menyenangkan, bersih, sejuk dan benar-benar mempesona, hamparan rumput hijau dan tumpukan batu bekas bangunan terhanpar di hadapan kami. sangat cantik dan mempesona, 'inilah tempat syuting AADC II" kata Rifa, "tempat bertemunya Cinta dan Rangga", Rifa menambahkan. Seperti seorang tour gate profesional Rifa mengajak saya berkeliling sambil menjelaskan seluk beluk, sejarah dari tempat ini. Ada tempat untuk menunggu tamu, pemandian, pendopo, barak prajurit, pemandian putra, pemandian putri, rumah dayang dan tempat tinggal para putri, ternyata benar-benar pemandangan yang eksotik.
Pagar Di Keraton Ratu Boko
Tempat ini saya rekomendasikan kepada teman-teman yang ingin berkunjung ke prambanan. Suasanan si ratu boko juga sangat nyaman, udaranya yang sejuk karena di puncak bukit. "Lain waktu kalo ke sini bawa tiker pak, tidur siang" kata Rifa. Memang udara yang sejuk, angin sepoi-sepoi membuat kami jadi ngantuk dan ingin tidur siang. Puas berkeliling ratu boko kami kembali ke tempat shuttel untuk kemali ke prambanan. Kali ini saya menunggu cukup lama sekita 20 menitan, karena kabarnya pengunjungnya membludak, maklum musim liburan, sampai kami akhirnya yang menjemput kami bukan mobil elf tetapi mobil avansa, karena saking penuhnya. tenyata benar begitu kami sampai di prambanan, candi prambanan seperti lautan manusia,

Candi Prambanan
Padahal tujuan utama kami awalnya adalah candi Prambanan, tetapi karena ramenya candi prambanan membuat nya tidak nyaman. Kami masuk candi nanti,  wah wah mau naik saja sulit karena berdesak-desakana. terus ke candi Siwa sama saja, mau naik mau turun susah karena berjubel orang. hanya 2 candi yang kami masuki selanjutnya kami putuskan untuk keluar dari komplek candi prambanan, cukup kami beli lembaran fotokopi dan foto beberapa jepretan di prambanan.
sebenarnya candi prambanan candi yang sangat megah, sebagai candi Hindu terbesar di asia tenggara dan saat ini masuk ke dalam warisan dunia unesco. Tetapi sekali lagi karena terlalu banyak pengunjung kami tidak dapat banyak eksplorasi.

Candi Lumbung
Candi Lumbung
Keluar komplek kami teruskan ke candi Lumbung, candi Lumbung adalah Candi Umat Budha, candi budha di sebelah candi hindu, candi ini dekat dengan prambanan cuma beberapa ratus meter saja, lalu kami istirahat di bedeng dan berbicang dengan pak adil (Satpam di Taman Prambanan), dari namanya saya kira candi ini adalah candi untuk menyimpa beras, karena namanya lumbung.. ternyata tidak. berbincang dengan pak adil " kalo mau lihat candi ada banyak mas di belakang ada candi bubrah, dan candi Sewu".
 Tambahan : Candi Lumbung terletak di Dusun Tlatar, Desa Krogowanan, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang. Candi ini berada tepat di tepi Kali Apu, yang mengalir dari Gunung Merapi di lereng sisi barat. Tempat ini dapat dicapai dari jalan raya Yogyakarta-Magelang di pertigaan Blabak (sekitar pabrik kertas) ke arah Ketep. Candi ini terletak berdekatan dengan dua candi lain, yaitu Candi Pendem dan Candi Asu. Ketiga candi sering disebut dengan Candi-candi Sengi.
Tidak jelas apakah nama Lumbung memang merupakan nama candi ini atau nama itu hanya merupakan sebutan masyarakat di sekitarnya karena bentuknya yang mirip lumbung (bangunan tempat penyimpanan padi). Bangunan suci Buddha ini merupakan gugus candi yang terdiri atas 17 bangunan, yaitu satu candi utama yang terletak di pusat, dikelilingi oleh 16 candi perwara. Halaman komples Candi Lumbung ini ditutup hamparan batu andesit.

Candi Bubrah
Candi Bubrah
ini adalah candi budha, saat ini candi bubrah sudah di rekontruksi tahun (2016-2017) sehingga sudah berbentuk candi yang mengah. kenapa di sebut bubrah karena waktu ditemukan tidak berbentuk.
Candi Bubrah terletak di dalam Kawasan Wisata Prambanan, yaitu di Dukuh Bener, Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah. Tidak banyak informasi yang didapat mengenai candi yang saat ini tinggal berupa 'batur' (kaki candi) yang telah rusak dan onggokan batu bekas dinding. Nama 'Bubrah' dalam bahasa Jawa berarti hancur berantakan. Tidak jelas apakah candi ini dinamakan Bubrah karena ketika ditemukan kondisinya memang sudah dalam keadaan (bubrah) berantakan atau karena memang itulah namanya.

Candi Buddha ini relatif kecil dengan denah dasar persegi panjang, memanjang arah utara-selatan. Ukuran tepatnya tidak bisa didapatkan karena reruntuhan candi ini dikelilingi pagar terkunci. Tinggi batur (kaki) candi sekitar 2 m. Sepanjang pelipit atas dihiasi dengan pahatan berpola simetris. Tidak terlihat adanya sisa-sisa relief pada dinding kaki candi. Tangga naik ke selasar di permukaan batur terletak di sebelah timur.

Candi Sewu
Candi Sewu yang mempesona

Perjalanan kami teruskan ke candi sewu, perjalanan kami tidak sia-sia, kami di suguhi candi yang menurut kami sangat spektakuler, candi sewu candi budha no 2 terbesar setelah candi borobudur, candi sangat keren tetapi sangat sepi. benar-benar kita dapat menikati nya. hanya ada beberapa orang saja yang berkunjung karena menggunakan sepeda, atau kereta atau biro khusus dengan gaet nya. sangat disayangkan, walau masi satu komplek dengan candi prambanan tetapi pengunjung tidak tahu banyak candi di sisi.
ketika kita memasuki candi terebut kita di suguhi oleh 2 patung Drawapala, patung raksasa sebagai penjaga candi.  Pemandangan nya keren, dalam hati saya sangat kagum betapa hebatnya orang jaman hadulu yang dapat membangun bangunan semegah itu.

Di kompleks candi prambanan saya dalam hati betapa hebatnya era itu, dalam satu kokmplek ada beberapa bangunan megah dengan berbeda agama, candi prambanan dengan agama hindu dan candi sewu, lumbung dan bubrah dengan agama budaya, betapa toleransi budaya sudah berkembang dengan baik, penganut agama dapat hidup rukun berdampingan.

Lelah berpetualang kami putuskan untuk istirahat, salat di sekitar taman prambanan. Setelah selesai salat, kami keluar dari komplek prambanan, saat kami hendak menuju ke tempat parkir kami bertemu dengan anggota saka bayangkara klaten yang bertugas untuk pos pam di Prambanan, sangat membanggkakan seorang pramuka turut andil dalam pengamanan daerah wisata.
sebelum kami teruskan perjalanan kami isi perut dulu, perut sudah keroncongan karena tenaga terkuras dalam perjananan kami, arah ke candi plaosan kami mampir di warung makan di pinggir jalan, menu sederhana ayam goreng dan Pindang menjadi santap siang kami, rasanya enak banget kami sangat lahap, karena memang lapar ya...

Tambahan :
Candi Sewu terletak di Dukuh Bener, Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah. Dari kota Yogyakarta jaraknya sekitar 17 km ke arah Solo. Candi Sewu merupakan gugus candi yang letaknya berdekatan dengan Candi Prambanan, yaitu kurang lebih 800 meter di sebelah selatan arca Rara Jongrang.
Candi ini diperkirakan dibangun pada abad ke-8, atas perintah penguasa Kerajaan Mataram pada masa itu, yaitu Rakai Panangkaran (746-784 M) dan Rakai Pikatan yang beragama Hindu. Walaupun rajanya beragama Hindu, Kerajaan Mataram pada masa mendapat pengaruh kuat dari Wangsa Syailendra yang beragama Buddha. Para ahli menduga bahwa Candi Sewu merupakan pusat kegiatan keagamaan masyarakat beragama Buddha. Dugaan tersebut didasarkan pada isi prasasti batu andesit yang ditemukan di salah satu candi perwara. Prasasti yang ditulis dalam bahasa Melayu Kuno dan berangka tahun 792 Saka tersebut dikenal dengan nama Prasasti Manjusrigrta. Dalam prasasti tersebut diceritakan tentang kegiatan penyempurnaan prasada yang bernama Wajrasana Manjusrigrha pada tahun 714 Saka (792 Masehi). Nama Manjusri juga disebut dalam Prasasti Kelurak tahun 782 Masehi yang ditemukan di dekat Candi Lumbung.

Candi Sewu terletak berdampingan dengan Candi Prambanan, sehingga saat ini Candi Sewu termasuk dalam kawasan wisata Candi Prambanan. Di lingkungan kawasan wisata tersebut juga terdapat Candi Lumbung dan Candi Bubrah. Tidak jauh dari kawasan tersebut terdapat juga beberapa candi lain, yaitu: Candi Gana, sekitar 300 m di sebelah timur, Candi Kulon sekitar 300 m di sebelah barat, dan Candi Lor sekitar 200 m di sebelah utara. Letak candi Sewu, candi Buddha terbesar setelah candi Borobudur, dengan candi Prambanan, yang merupakan candi Hindu, menunjukan bahwa pada masa itu masyarakat beragama Hindu dan masyarakat beragama Buddha hidup berdampingan secara harmonis.

Nama Sewu, yang dalam bahasa Jawa berarti seribu, menunjukkan bahwa candi yang tergabung dalam gugusan Candi Sewu tersebut jumlahnya cukup besar, walaupun sesungguhnya tidak mencapai 1000 buah. Tepatnya, gugusan Candi Sewu terdiri atas 249 buah candi, terdiri atas 1 candi utama, 8 candi pengapit atau candi antara, dan 240 candi perwara. Candi utama terletak di tengah, di ke empat sisinya dikelilingi oleh candi pengapit dan candi perwara dalam susunan yang simetris.

Candi Sewu mempunyai 4 pintu gerbang menuju pelataran luar, yaitu di sisi timur, utara, barat, dan selatan, yang masing-masing dijaga oleh sepasang arca Dwarapala yang saling berhadapan. Dari pelataran luar ke pelataran dalam juga terdapat 4 pintu masuk yang dijaga oleh sepasang arca Dwarapala, serupa dengan yang terdapat di gerbang luar.
Arca Dwarapala yang terbuat dari batu utuh tersebut ditempatkan di atas lapik persegi setinggi sekitar 1,2 m dalam posisi satu kaki berlutut, kaki lainnya ditekuk, dan satu tangan memegang gada. Tinggi arca Dwarapala ini mencapai sekitar 2,3 m.

Candi utama atau candi induk terletak di pelataran persegi seluas 40 m2, yang dikelilingi pagar dari susunan batu setinggi 0,85 m. Bangunan candi berbentuk poligon bersudut 20 dengan diameter 29 m. Tinggi bangunan mencapai 30 m dengan 9 atap yang masing-masing mempunyai stupa di puncaknya.
ubuh candi berdiri di atas batur setinggi sekitar 2,5 m. Kaki candi dihiasi pahatan bermotif bunga dalam jambangan. Untuk mencapai permukaan batur yang membentuk selasar, terdapat tangga selebar sekitar 2 m yang dilengkapi dengan pipi tangga. Pangkal pipi tangga dihiasi makara, kepala naga dengan mulut menganga lebar, dengan arca Buddha di dalamnya. Dinding luar pipi tangga dihiasi pahatan berwujud raksasa Kalpawreksa.
Di atas ambang pintu tidak terdapat Kalamakara, namun dinding di kiri dan kanan ambang pintu dihiasi pahatan kepala naga dengan mulut menganga. Berbeda dari yang terdapat di pangkal pipi tangga, bukan Buddha yang terdapat dalam mulut naga, melainkan seekor singa.
Candi utama yang dibangun dari batu andesit ini mempunyai pintu utama di sebelah timur, sehingga dapat dikatakan bahwa candi utama ini menghadap ke timur. Selain pintu utama, terdapat 3 pintu lain, yaitu yang menghadap ke utara, barat dan selatan. Semua pintu masuk dilengkapi dengan bilik penampil. Ruang dalam tubuh candi berbentuk kubus dengan dinding terbuat dari susunan bata merah. Di dalam ruangan ini terdapat sebuah 'asana'. Pada dinding luar tubuh dan kaki atap candi terdapat relung-relung berisi arca Buddha dalam berbagai posisi.
Candi perwara dan candi apit seluruhnya terletak di pelataran luar. Di setiap sisi terdapat sepasang candi apit yang berada di antara candi utama dengan deretan dalam candi perwara. Setiap pasangan candi apit berhadapan mengapit jalan yang membelah halaman menuju ke candi utama.

Candi apit berdiri di atas batu setinggi sekitar 1 m, dilengkapi dengan tangga selebar sekitar 1 m menuju ke selasar di permukaan kaki candi. Di atas ambang pintu bukan dihiasi pahatan Kalamakara, melainkan beberapa panil relief. Atap candi berbentuk stupa dengan deretan stupa kecil menghiasi pangkalnya. Dinding tubuh candi apit dihiasi dengan sosok-sosok pria berbusana kebesaran, nampak seperti dewa, dalam posisi berdiri memegang setangaki teratai di tangannya.
Candi perwara dibangun masing-masing dalam empat deret di sisi terluar mengelilingi candi utama dan candi apit. Pada deret terdalam terdapat 28 bangunan, deretan kedua terdapat 44 bangunan, deretan ketiga terdapat 80 bangunan, dan deretan ke empat 88 bangunan. Semua candi perwara, kecuali yang berada dalam deretan ketiga, menghadap ke luar atau membelakangi candi utama. Hanya yang berada dalam deretan ketiga yang menghadap ke dalam. Sebagian besar candi perwara dalam keadan rusak, tinggal berupa onggokan batu.

Candi Plaosan
Swa Foto di Candi Plaosan 
Setelah makan, kamilan jutkanke candi plaosan. Candi Palosan kira2 2-3 km dari Candi prambanan. biaya masuk murah sekali hanya 3 ribu rupiah. Memasuki candi Plaosan candi ini punya keuikan lagi. melihat di sana ada hal unik karena candi ini adalah candi hasil akulutrasi dari 2 budaya yang berbeda. Candi buhda tetapi bangunananya kayak hindu, ada stupa juga ada ratna, masuk candi utama ada patung budha tetapi bermahkota.  Ya memang candi ini adalah candi hasil akulturasi budaya. keren kan ya kerukunan agama saat itu.

Tambahan : Candi Plaosan terletak di Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, kira-kira 1,5 km ke arah timur dari Candi Sewu. Candi ini merupakan sebuah kompleks bangunan kuno yang terbagi menjadi dua, yaitu kompleks Candi Plaosan Lor (lor dalam bahasa Jawa berarti utara) dan kompleks Candi Plaosan Kidul (kidul dalam bahasa Jawa berarti selatan). Pahatan yang terdapat di Candi Plaosan sangat halus dan rinci, mirip dengan yang terdapat di Candi Borobudur, Candi Sewu, dan Candi Sari.
Candi Plaosan yang merupakan candi Buddha ini oleh para ahli diperkirakan dibangun pada masa pemerintahan Rakai Pikatan dari Kerajaan Mataram Hindu, yaitu pada awal abad ke-9 M. Salah satu pakar yang mendukung pendapat itu adalah De Casparis yang berpegang pada isi Prasasti Cri Kahulunan (842 M). Dalam prasasti tersebut dinyatakan bahwa Candi Plaosan Lor dibangun oleh Ratu Sri Kahulunan, dengan dukungan suaminya. Menurut De Casparis, Sri Kahulunan adalah gelar Pramodhawardani, putri Raja Samarattungga dari Wangsa Syailendra. Sang Putri, yang memeluk agama Buddha, menikah dengan Rakai Pikatan dari Wangsa Sanjaya, yang memeluk agama Hindu.

Candi Plaosan 
Pendapat lain mengenai pembangunan Candi Plaosan ialah bahwa candi tersebut dibangun sebelum masa pemerintahan Rakai Pikatan. Menurut Anggraeni, yang dimaksud dengan Sri Kahulunan adalah ibu Rakai Garung yang memerintah Mataram sebelum Rakai Pikatan. Masa pemerintahan Rakai Pikatan terlalu singkat untuk dapat membangun candi sebesar Candi Plaosan. Rakai Pikatan membangun candi perwara setelah masa pembangunan candi utamanya.

Pada bulan Oktober 2003, di kompleks dekat Candi Perwara di kompleks Candi Plaosan Kidul ditemukan sebuah prasasti yang diperkirakan berasal dari abad ke-9 M. Prasasti yang terbuat dari lempengan emas berukuran 18,5 X 2,2 cm. tersebut berisi tulisan dalam bahasa Sansekerta yang ditulis menggunakan huruf Jawa Kuno. Isi prasasti masih belum diketahui, namun menurut Tjahjono Prasodjo, epigraf yang ditugasi membacanya, prasasti tersebut menguatkan dugaan bahwa Candi Plaosan dibangun pada masa pemerintahan Rakai Pikatan.



Candi Hijau,
Candi Hijau Pemandangan yang memukau 
Lanjut perjalanan ke candi Ijo, perjalanan ke arah ratu boko ya beberapa km dari ratu boko, melewati tebing breksi yang ramai naik lagi samapai di cand ijo, kenapa di sebut candi ijo karena katanya itu di daerah ijo  dan katanya dari jauh memang candi itu berwarna ijo atau hijau.. Masuknya biaya Rp 5 ribu, murah meriah, tetai yang penting bayar ya. masuk ke candi ijo yang membuat keren adalah pemandangannya. wuih keren.. di pucak bukit kita dapat melihat pemandangan kota jogja, dari sini kita dapat melihat pesawat naik turun bandara. Kalo kesini katanya saat sunset, pantesan ketika mulai sore tidak semakin sepi tapi justru  semakin ramai, anak muda ingin menikmati tenggelammnya matahari di ufuk barat.
Waktu Semakin sore.
Waktu semakin sore, tanpa terasa seudah seharian kami berkeliling, menyaksikan betapa luar biasanya warisan budaya yang di miliki Bangsa ini. Kami putuskan untuk salat ashar terlebih dahulu sebelum kami meneruskan ke destinasi lain, kami mencari masjid ke arah perjalanan ke Ratu Boko,  Setelah menunaikan ibadah salat Ashar. kami lanjutkan ke destinasi terakhir di Candi banyunibo,

Candi Banyu nibo 
Candi Banyunibo
Di Candi Banyunibo kami hanya berhenti sejenak, kami tidak memasuki area Candi kami hanya lihat dari pagar depan.dan ber foto sejenak.
Tidak banyak yang kami ketahui dari candi tersebut karena kami juga tidak membaca keterangan yang biasanya ada di depan candi
Ini yang dapat kami dapatkan dari google :

Candi Banyunibo yang berada di pertengahan sawah di selatan candi Prambanan
Candi Banyunibo (yang berarti 'air jatuh-menetes' dalam bahasa Jawa) adalah candi Buddha yang berada tidak jauh dari Candi Ratu Boko, yaitu di bagian sebelah timur dari Kota Yogyakarta ke arah Kota Wonosari. Sekitar 5,6 km ke arah selatan dari candi Prambanan, dan secara administratif terletak di Dusun Cepit, Desa Bokoharjo, Kecamatan Prambanan, Sleman, Yogyakarta. Candi ini dibangun pada sekitar abad ke-9 pada zaman Kerajaan Mataram Kuno. Pada bagian atas candi ini terdapat sebuah stupa yang merupakan ciri khas agama Buddha.

Bangunan candi ini bernama Candi Banyunibo yang berada tidak jauh dari kompleks Ratu Boko, Candi Barong, dan Candi Ijo. Bahkan di sekitar candi ini pun banyak dijumpai situs candi yang berserakan di beberapa dusun sekitarnya. Candi ini diketemukan dalam keadaan runtuh dan kemudian mulai digali dan diteliti pada tahun 1940-an. Candi ini dibangun pada sekitar abad ke-9 pada zaman Kerajaan Mataram Kuno. Candi Banyunibo jarang dikunjungi wisatawan.

Pulang 
setelah berfoto kami pulang. tidak selancar dengan keberangkatan kami, kepulangan kami agak tersendat. jalannya weh padat merayap, macet parah di depan Prambanan, kami ingin lewat alternatif yang kami tahu saat berkunjung Candi Plaosan, ternyata setelah kami telusur ujungnya ke jalan utama jogja-solo kembali. jalan benar-benar padat, sempat mapir salah Magrib di Boyolali dan makan malam di alun-alun ungaran. Sejenak kami melepas lelah di perjalanan dan menikmati sepiring mie godhok untuk mengisi sekaligus menghangatkan perut. sejenak setelah melepas lelah kami teruskan perjalanan.
perjalanan kami teruskan lewat jln Gunungpati, saya berpisah dengan Rifa di SMP 22 Semarang. setelah itu pulang sampai rumahkira2 puku 2110 WIB

Perjalanan yang memelahkan tetapi sangat berkesan. banyak pengetahuan dan ilmu baru dan sebuah pesan.
jaman dulu leluhur kita sudah sangat rukun, masak kita kalah... mari rukun dan santun..


info jalan-jalan lain

Wednesday, November 28, 2018

Piknik Ke Telaga Sarangan dan Tawangmangu


Piknik ke Telaga Sarangan dan Tawangmangu


Dari Kiri ke kakan
Ali DKC, Awang, Risky DKD, Heri Komandan,
 Agung Mantan Ketua Racana, Ali Ubaloka, Said SBH, Pradana SMK 3
Jalan-jalan dengan teman Sarpras Kwarcab Kota Semarang. Sebuah perjalanan Wisata sederhana, bersahaja dengan tujuan bergembira setelah lebih dari satu bulan lamanya bekerja keras memikirkan bagaimana cara agar kegiatan Jambore Cabang Kwarcab Kota Semarang berjalan dengan Sukses. Tetes peluh, dan mata panda menjadi saksi bisu perjuangan teman-teman sarpras.
Maka pagi ini, 12 November 2018, saat nya bergembira. Sejenak melupakan segala duka, lara dan segudang masalah yang ada. Pagi itu, saya dan Heri datang ke Kwarcab dengan mata panda karena memang belum tidur, malam itu  ada kegiatan pelantikan Ambalan Ambalam Malik Fatmawati SMA 6 Semarang. 
Rencana awal, kami  kumpul di Kwarcab Semarang, pukul 04.00 WIB karena jauhnya jarak Semarang-Magetan maka kami harus berangkat pagi. Di kwarcab sudah ada beberapa yang menginap di Kwarcab agar tidak terlambat. Tampak Black (Novi) Sekeluarga, Kak Pomo sekeluarga, Teguh Sekeluarga, Mas Cahyo sekeluarga sudah siapa di sanggar beserta tim sarpras yang lain.
Lama kami menunggu bus yang akan mengantar kami, sudah pukul 05.00 WIB tapi belum nampak, ternyata setelah di telp, bus yang sedianya mengantar kami ternyata rusak, sehingga harus mencari bus cadangan. Akhir nya setelah menungu sekian lama, bus pun datang sekitar pukul 05.15 WIB. Segera kami langsung naik ke bus, menempatkan barang dan mencari tempat duduk. Nampak kecerian dari setiap orang di dalam bus, siap untuk piknik. 
Perjalanan dimulai sekitar pukul 05.45 WIB dari Ngaliyan menuju ke Telaga Sarangan. Perjalan lancar, setiap orang bersuka ria, bernyayi sambil bercerita. Tampak Pula yang sedang berseri-seri Topik Komandan harian ubaloka yang mengajak calon istrinya untuk ikut tamasya, sedang kan saya biasa kursi kosong.. :) tidak masalah... wakakakak....
Perjalanan serasa sangat lama, karena tidak melewati jalur yang biasanya. Ternyata bus nya tidak kuat nanjak sehingga harus mencari jalan lain yang lebih landai. Perkiraan awal waktu tiba dilokasi pukul 10.00 WIB akhirnya tidak tercapai. Kami baru tiba di parkir telaga sarangan sekitar pukul 11.45 WIB, hu hu lumayan,  terpaut sekitar 2 jam. okelah... kita nikmati saja.
Dari TL dadakan dan kurang profesional atas nama Agung Unisula memberikan pengumuman untuk waktu berkunjung di telaga sarangan adalah 2 jam. weleh-weleh 2 jam, padahal kudu perjalanan, salat dan makan. Okelah kita manfaatkan perjalanan wisata ini dengan baik..
Turun dari bus kami bekerja sama membawa seluruh masakan yang sudah disiapkan sedemikian rupa pada malam hari sebelum berangkat oleh ibu-ibu ubaloka dan sekeluarga. Nasi setermos, minum segalon, perlengkapan makan se-box, semangka dll kami usung ke tempat makan, di plataran sebuah hotel di tepian telaga sarangan. 
Perjalan kira-kira  20 menit menuju tempat tersebut, melewati jalan di antara penjual-penjual sovenir. Tiba di lokasi, kami menunaikan ibadah salat duhur, di mushola hotel. huih dingin ternyata air nya, maklum wilayah pegunungan.
Makan Siang
Usai salat, kami makan bersama, inilah piknik yang sebenarnya makan bersama-sama dengan makanan yang kami masak dan kami bawa. sebuah nikmat yang luar biasa. Dengan menu ayam goreng, sambal, lalapan dan teh hangat, sajian yang membuat ingin nambah-nambah lagi, apalagi ada sambal istimewa kiriman dari lombok menambah kesempurnaan siang itu. Makan siang itu saya tutup dengan sate kelinci khas Telaga Sarangan, lumayan Rp 15 Ribu dapat 10 tusuk tanpa lontong. 
Hari Istimewa
Hari tersebut juga merupakan hari yang sangat istimewa, karena 3 orang dari kami merayakan ulang tahun. Black, Topik dan Heri Gendut. Kami memberikan kejutan dengan kue ulang tahun yang sengaja kami siapakan. Mereka bertiga meniup lilin tersebut bersama-sama, tetapi biasa ada tangan-tangan jahil yang sengaja mencorat-coret wajah dengan roti dan coklat, tetapi itu wujud kecintaan kami.


Naik Boat dengan gerombolan Si Berat 
Naik Boat

selesai makan, kurang rasanya ke telaga sarangan tanpa naik boat mengelilingi telaga sarangan. Saya mencari teman yang ingin naik boat, setelah saya tawarkan ada 3 orang yang berminat atas nama Via, Teguh dan Said.  Kami menuju ke tempat naik boat, satu boat dapat dinaiki 4 orang dan biaya satu putarann 60 ribu. Okelah lah kami setuju langsung ke boat yang telah ditunjuk.  kami duduk dengan tenang di kapal boat, kapal melaju dengan tenang...

Ini kali pertama saya naik boat di telaga sarangan, saya kira ya seperti ini lajunya. tetapi ada yang aneh, kenapa kapal yang lain melaju sangat kenceng dan seperti melompat-lompat di antara ombak, sedangkan kapal kami berjalan tenang bahkan cenderung lambat. Saya pun beranikan diri bertanya kepada pak nahkoda (benerkan ya Sopir kapal = Nahkoda). "Pak kok ga kenceng, seperti boat yang itu pak" Saya bertanya. Bapak Nahkoda menjawab dengan raut muka yang besengut "Mas, ini boat dinaiki 4 orang serasa, 8 orang", dalam hati saya mbatin. Weh ternyata benar saja, satu boat dinaiki orang-orang berbobot, saya tidak berani bertanya lagi, sampai turun dari boat.

Naik Boat yang kedua
Diharto ketua Dkc, heri gendut, ali,
Depan Awang
Turun dari boat, saya merasa saya belum mendapatkan sensasi naik boat, dalam hati "saya harus naik lagi". Maka setelah turun saya menacari apakah ada yang mau baik boat lagi ya. ternyata ada Diharto yang belum naik. tak ajak naik, ternyata mau, kurang 2 orang lagi, diharto mencari-cari siapa yang lagi yang belum naik boat, agal lama menunggu ternyata dapat juga, ali belum naik boat dan mau diajak naik boat, hanya bertiga ga maslaah, iurannya berarti tambah dikit. kalo 60 ribu dibagi 4 orang 15 ribuan, kalo 3 orang iurannya 20 ribu. enggak masalah lah. kami bertiga naik ke boat.

Lalu tiba-tiba heri berlari, "mas ikut naik" Kata Heri. Huih huih awalnya sih biasa aja, sampai di tengah baru terasa. Ternyata boat yang kami naiki terasa seperti yang saya naiki bersama via, said dan teguh... lagi-lagi saya hanya bisa menelan ludah melihat keceriaan penumpang boat lain yang seakan-akan boat yang mereka tumpangi dapat menari-nari di antara ombak. Sedangkan boat kami, berjalan lambat diantara ombak.. hus hus..

Perjalanan  ke Tawangmangu 
Taman Balai Kambang
Setelah puas naik perahu dan makan bersama, kami mulai berkemas. Kami lanjutkan perjalan ke Tawangmangu, bus melaju dengan lambat, pelan-pelan melewati tanjakan demi tanjakan. melewati jalan tersebut dalam benak saya bernostalgia pernah jalan dari karangayar sampai madiun, beberapa tahun yang lalu.

Sampai di Tawangmangu pukul 16.00 WIB. kami bersemangat mau mandi di  air terjun. Bergerombol kami siap untuk perang air.. tetapi, ada kabar buruk, ternyata air terjun sudah di tutup pukul 14.00 WIB. kami sudah kesorean.. yah padahal sudah kami rencanakan demikian.
Akhirnya diputuskan kami alihkan ke taman Balai Kambang. karena sudah jauh-jauh ke karangayar,
paling tidak kekecewaan kami terobati dengan miniatur bangunan bangunan keajaiban dunia dan bangunan landmark dunia di Balai Kambang, kami ber swa Foto dan bermaian-main di dalam taman.
 Tiba-tiba saja bresss hujan deras, menghentikan aktivitas  kami. Kami berteduh di bangunan-bangunan yang ada. Setelah agak reda kami menuju ke tempat sovenir. kaos yang di jual bagus-bagus ingin sekali borong, tetapi ingat uang yang di bawa tidak banyak....

Pulang
Pukul 17.30 WIB kami memulai perjalan pulang ke Kota Semarang. kami mampir sejenak di karangayar makan bakso dan meneruskan perjalanan pulang kembali. Di tengah perjalanan kak Aan membagikan doorprize yang telah disedikan dengan pertanyaan-pertanyaan seputar persiapan dan jalannya Jambore Cabang kota Semarang tahun 2018.
karena lelah kami akhirnya tertidur, sekitar pukul 23.00 WIB kami tiba di kwarcab...
perjalanan yang sangat menyenangkan. terimakasih tim Sarpras Kwarcab Kota Semarang. Itulah Sedikit  cerita perjalanan kami piknik bersama dengan tim SARPRAS KWARCAB KOTA SEMARANG. Kalian Luar biasa....



info jalan-jalan lain

Saturday, June 16, 2018

Warung Ojo Dumeh Kang Sodirin

Warung Ojo Dumeh Kang Sodirin

Warung Ojo Dumeh Kang Sodirin

Kalo berkunjung ke kota semarang, dan hendak mencicipi kuliner yang mewah dengan harga yang murah, Warung Ojo Demeh Kang Sodirin dapat menjadi referensi.
Aneka menu chinese Food : Aneka  masakan bahan dasar ayam, cumi dan udang dengan bumbu koloke, saus metega dan lada hitam dengan rasa bintang lima pokokke mak Nyus. Membayangkan saja bikin lapar. Selain itu masih banyak banget menu yang lain, ada nasi goreng, capjay, cah kangkung dll.
Di Nanda Sedang Menikmati Hidangan

Warung yang dulu ada di sebrang Rumah Sakit Elisabeth ini saat ini pindah di pakintelan, Pertigaan jalan veteran dengan karyadi, tepat tusuk sate. (Pokoknya di Sekitar Rumah Sakit Karyadi tanya orang, pertigaan Kintelan.

Jangan kaget ya kalo sampai di warung ini Anda harus mengambil no antrean, karena memang harus antre dan menungggu dengan tertib.
Kang Sodirin mengolah masakan satu demi satu, sehingga proses nya lama. Ini dilakukan untuk menjaga citarasa. Istri nya yang sebagai asistennya hanya membantu menyiapkan bahan makanan tetapi tidak ikut proses memasak. Satu lagi pak tukang parkir yang juga merangkap pembuat aneka minuman (Es teh, Es jeruk, teh anget, dan jeruk anget)

Ada 3 alasan kenapa harus mampir :
  1. Masakan nya memang enak lezak mak nyus
  2. Porsinya jumbo, sehingga satu porsi bisa 2-3 orang
  3. Harganya sangat terjangkau
Ayam Lada Hitam.. Menu Favorit
Pengalaman 
pada waktu itu saya dan nanda datang kira-kira pukul 20.00 WIB lalu ambil no antre, sudah sampai 63 padahal yang sedang di buat no 48 artinya kami harus antre 15 orang. Ketika kertas menu sudah di depan mata tidak pikir panjang saya pesan ayam lada hitam, nasi dan es teh 2 gelas. Tak apalah kami tunggu kira kira satu jam kemudian baru hidangan yang kami pesan di antar. 
Melihat porsinya wuih istimewa. pokok nya tidak menyesal walau harus nunggu hingga 1 jam. Posidnya sepiring penuh, bisa untuk makan 2-3 orang, tetapi karena lapar saya santap sendiri. Satu Porsi Antara 25 Ribuan, bisa di makan 2-3 orang. Tambah Nasi putih satu piring 4 ribu. Pokokke enak dan murah. berani di adu.

info jalan-jalan lain

Monday, March 5, 2018

Jalan-jalan ke sikunir dengan Ubaloka Kota Semarang tahun 2018

Jalan-Jalan ke Sikunir dari Semarang

Awang jalan-jalan ke Sikunir Dieng
Sungguh akan menjadi pengalaman yang tidak terlupakan pada akhir pekan ini, 3-4 Maret 2018. Saya dan teman-teman Ubaloka kota Semarang jalan-jalan ke Sikunir Dieng.
Sebelumnya, kami bersepuluh (Awang, kak Heru, Adi, Govinda, Evi, Abdul, Supre, Fitri, Galuh, Heri) sudah mempersiapkan perjalanan dan perbekalan yang dibutuhkan, karena memang perjalanan ini sudah direncanakan jauh-jauh hari, tetapi mundur karena kesibukan. Sejak awal, kami merencakan akan berkemah di kaki bukit Sikunir di sekitar telaga cebong, maka dari itu tenda, matras, pasak, tali, kompor dan semua umberampe perkemahan mulai dipacking rapi dan dimasukkan ke mobil Mazda.
Usai belanja mie instan, roti, kopi, susu dan aneka jajan, Pukul 14.30 WIB kami mulai perjalanan dari Kwarcab Kota Semarang (Komplek kecamatan Ngaliyan Semarang), dengan menggunakan 2 mobil, Toyota Avansa dan Mazda. Avansa kami isi 6 orang, sedangkan yang Mazda 4 orang. Rute Perjalanan yang Kami rencanakan yaitu Ngaliyan, Mijen, Boja, Singorojo, Ngarianak, Bejen, Candiroto, Tambi, Dieng.
Dari Ngaliyan, Mijen, Boja, Singorojo, Ngarianak perjalanan kami lalui dengan  mulus, jalan agak bergelombang sampai rusak ketika sampai di daerah Bejen, tetapi setelah sampai di jalan utama Weleri-Parakan  jalan mulus kembali
.
Mobil Mogok
Pukul 16.45 WIB kami istirahat dan menjalankan ibadah Salat Ashar di Candiroto.  Pukul 17.00 WIB kami meneruskan di Tambi. Weh pemandangan pedesaan yang indah, kebun dan perbukitan menemani perjalanan kami. Tetapi ternyata itu tidak lama, cuaca cerah berubah, kabut dan hujan deras menghadang perjalanan kami. Jalanan yang semula mulus pun berubah menjadi jalan yang  terjal dan rusak parah, sampai di Dusun Sikatok  menjelang Perkebunan  Tambi, Mobil Mazda terperosok jalan yang rusak dan  mogok, dicoba si starter ternyata nihil, mesin tidak menyala.  Di tengah hujan deras, tanjakan di jalan yang rusak, ini menjadi cobaan. Mas heru (senior Ubaloka) turun dari mobil Avansa dan berusaha membantu, tetapi Mobil Mazda tetap tidak mau dihidupkan, Indikasi awal adalah Akinya drop.
Setelah mas heru kembali ke Avansa kami putuskan coba untuk di jamper, dengan aki mobil avansa, Di tengah hujan deras, kami bongkar-bongkar mobil. selang 30 menit, akhirnya mobil Mazda bisa menyala, "Alhamdulillah dalam hati, semoga perjalanan lancar", kita lanjutkan perjalanan, tetapi ternyata cobaan belum berhenti, tak jauh dari tempat mogok pertama, Mazda kembali Mogok, tercium bau kampas kopling. Mobil Mazda tidak mungkin untuk meneruskan perjalanan, dengan berat hati mobil Mazda beserta seluruh barang yang ada di dalamnya kita titipkan ke rumah warga, hanya barang pribadi yang kami bawa. Bagaimana pun, perjalanan harus tetap kita teruskan.
Konsekuensi mogoknya mobil mazda adalah seluruh penumpang di sana masuk ke mobil avansa. Mobil avansa harus di isi 10 orang penumpang beserta barang bawaanya. Apakah kuat mobil Avansa ini di isi 10 orang penumpang dan  harus meneruskan perjalanan melewati jalan rusak, dan terjal ?
Beruntung, di tengah kegundahan kami, lewat mobil pickup yang juga terperosok jalan rusak dan selip dikarenakan kurang beban, sehingga ban tidak menggigit jalan, Ibaratnya simbiosis mutualisme kami berlima (adi, Govinda, Heri, Awang, Supre), kami menawarkan menambahkan beban pickup dengan naik di bak belakang pickup, Pickup dapat jalan tanpa takut selip karena ada beban, sedangkan kami bisa nebeng sampai tempat yang landai dan jalan rusak berakhir. Dari baunya, pickup yang kami naiki adalah pickup yang baru mengangkut bawang. Hujan gerimis, dan udara yang menusuk tulang, menemani perjalan kami di bak belakang pickup. Jalan rusak, terjal dan mendaki itulah rute yang kami lewati untuk sampai ke Tambi.
Kami nebeng sampai pos pendakian Tambi, seandainya saja pickup sampai Dieng ya, kami berharap, ternyata hanya sampai Tambi. Wuih coba bayangkan jika tidak ada pickup tersebut,  mobil avansa di isi 10 orang lewat tanjakan terjal dan jalan yang rusak, bisa jadi mobil avansanya jebol juga mesinnya. Sampai Tambi waktu menunjukkan pukul 19.05 WIB kami putuskan untuk istirahat dan salat isya.

Lanjut Perjalanan
Perjalanan kami lanjutkan, tantangannya adalah mobil avansa di isi oleh 10 orang dengan bobot di atas rata-rata, padat berisi, untung jalannya sudah mulus kembali. Sopir kak Heru, Kursi depan kiri 2 orang (Evi dan Fitri), tengah 4 orang  (Awang, Supre, Heri dan Galuh), belakang (Abdul, Govinda dan Adi). Pelan tapi pasti, di tengah kabut dan tanjakan kami berdoa dalam hati semoga aman dan selamat sampai tujuan. Pukul 21.00 WIB tiba lah kami di Dieng, perasaan plong dan perut kosong. Sebelum sampai sikunir kami, mampir di warung untuk makan terlebih dahulu. Nasi goreng porsi jumbo kami santap dengan sangat lahap.
Pukul 22.15 WIB kami sampai desa Sembungan, desa di bawah kaki sikunir dan merupakan desa tertinggi di pulau Jawa. tanpa tenda dan perbekalan (ditinggal di mobil mazda), mau tidak mau kami harus sewa homestay. Bersepuluh kami menginap di homestay, cukup nyaman dengan biaya yang lumayan, 3 kamar (kamar mandi dalam) dengan harga Rp 450.000,00. Suara rintik hujan dan petir, udara yg dingin menusuk tulang, alam seakan membisikkan kepada kami, selamat datang di Sembungan Dieng. Ngantuk, mata tinggal 5 watt tapi sebelum tidur kami harus briefing terlebih dahulu, merencanakan kegiatan besok pagi. Hasilnya kami putuskan pukul 03.30 WIB harus berangkat ke sikunir. Malam itu kami di temani suara dengkuran merdu  saudara heri, ngok ngrok bla bla (mengigau tidak jelas).

Sunrise
Menanti Golden Sunrise, di Puncak Sikunir
Pukul 03.00 WIB alarm-alaram sudah mulai berbunyi (Alaram masing-masing bunyi tetapi ga ada yang bangun) dan mas Heru pun sudah mulai membangunkan kami. Bergegas kami bangun dari mimpi dan mempersiapkan perlengkapan yang akan kami bawa ke puncak. Bersepuluh kami masuk ke mobil kembali dan  langsung meluncur ke telaga cebong.
Pukul 04.00 WIB di telaga cebong, ternyata ruame buanget, bus-bus membawa pengunjung bukan hanya  muda  mudi, orang tua, anak, bapak, ibu, bahkan kakek nenek ternyata juga ada. Aktivitas naik gunung sekarang tidak mengenal usia, siapa saja bisa.
Sebelum kami berangkat kami berdoa, semoga perjalanan kami dimudahkan dan sehat. langkah demi langkah, setapak demi setapak kami berjalanan, awalnya kami melewati deretan toko, memasuki kaki bukit vegetasi mulai berubah kanan kiri tanaman liar, jalannnya sudah bagus, paving blok dan undak-undakan. Ternyata umur tidak bisa bohong, nafas mulai ngos ngosan, pelan tapi pasti anak tangga, demi anak tangga kami lalui. di tengah bukit  ternyata ada mushola, karena belum masuk subuh, kami lanjutkan perjalanan, setengah bukit yang kami lalu adalah jalan setapak, sampai bagian atas bukit ternyata juga ada mushola, wuih keren bro. mumpung sepi kami melangsungkan salat subuh, untuk salat kami membayar iuran Rp 3.000,00 harga yang sangat murah, bayangkan jika harus mengambil air wudhu dari bawah bukit.
Sudut Sikunir
setelah salat kami cari tempat untuk menanti sunrise, sambil menunggu kami keluarkan perbekalan, masak mie dan susu hangat, untuk mengusir dingin nya udara pagi. Di puncak Sikurnir di arah timur kami dapat melihat gugusan pengunungan, terlihat gunung sindoro, Sumbing, Merapi, Merbabu, Sungguh pemandangan yang Indah, Tak sabar kami menanti golden Sunrise.  jeprat jepret mengabadikan foto, selfi merupakan kegiatan lain yang kami lakukan. Pukul 05.30 WIB kok matahari belum muncul ya ? Matahari malu-malu muncul karena ada awan di sebelah timur menghalanginya. Perlahan warna langit menjadi kuning kemerahan, tetapi  Oh golden sunrise yang kami nantikan tidak sempurna, matahari sudah meninggi ketika muncul, Sedikit kecewa kami rasakan, tetapi pemandangan yang indah dan udara yang sejuk telah mengobatinya.
Selain spot di bagian timur bukit yang digunakan untuk melihat sunrise, ternyata di sisi barat bukit, kita juga dapat mendapati pemandangan indah, telaga cebong terlihat cantik dari atas bukit. Dari atas Bukit anan kiri sikunir adalah perbukitan, perbukitan yang penuh dengan tanaman kentang. Seakan dimana kaki dipijak di situ ada kebun kentang. Bukan hanya di tempat yang datar, sampai di lereng bukit yang terjal pun, terlihat kebun kentang. Memang di dieng darurat kerusakan hutan karena kentang.



Sikunir Arah barat, Telaga Cebong


Turun Bukit
Pukul 07.00 WIB ketika matahari mulai meninggi, kami putuskan untuk turun. Kami mampir di warung dan menikmati segelas teh hangat dan makanan khasnya, kentang bumbu rendang dan tempe kemul. Harga makanan-minuman di warung menurut saya harga yang wajar dan relatif murah untuk tempat wisata, aneka gorengan Rp 1.000, segelas teh hangat Rp 2.000, dan kentang rendang Rp 5.000. Di sekitar telaga Cebong dan Terminal memang banyak sekali warung yang menjual oleh-oleh khas dieng, seperti carika, aneka kethu (penutup kepala), kaos, bahkan bunga edelwise yang seharusnya di lindung pun ada.
Puas makan dan berfoto, kami kembali ke home stay. Istirahat dan mandi seharusnya aktivitas kami selanjutnya, tetapi ketika puter keran kok airnya  ga mengucur, aih ternyata kerannya mati, kami berusaha mencari pemilik homestay untuk komplain ternyata tidak ketemu, pemilik homestay sedang jualan di telaga cebong, ah sepertinya  mandi hanya mitos. Akhirnya kita tidak mandi, hanya masak dan packing persiapan pulang.
Toto bersepulh Gazebo untuk melihat golden sunrise
Kiri ke kanan (heri, Govinda, Fitri, Supre, Evi, Awang, Abdul, Kak Heru, Adi, Galuh)


Turun dari puncak


Kawah Sikidang
Kawah Sikidang
Pukul 11.00 WIB kami chek out dari homestay, sebelum kami pulang, kami berkunjung ke Kawah sikidang, Biaya masuk Rp 15.000, sampai di kawah sikidang, weh weh penjual masker menawarkan maskernya 1 Rp 2.000, dan Rp 5.000 dapat 3 itu yang mereka tawarkan. jalan masuk ke arah kawah bak seperti pasar oleh-oleh, sebenarnya di sana banyak spot foto tetapi untuk dapat berfoto di tempat tersebut akan dikenakan biaya Rp 5.000,00, kok lagi-lagi duit ya, semua bisa jadi duit di tempat wisata.
Sampai kawah dikidang cuaca ternyata mendung tebal, weh padahal awalnya saya ingin ke puncak agar dapat berfoto dengan background kawah sikidang. ah ya sudah di bawah saja ga apa2, saya tertarik dengan yang jual telur yang di rebus dengan air panas di kawah sikidang. Aneka telur rebus di jual dengan harga yang sama Rp.5.000, pengunjung dapat memilih, telur bebek, ayam kampung atau telur puyuh. Setelah saya rasakan ehm ternyata rasa dan teksturnya sama saja. Sama persis jika di rebus dalam panci.

Pulang
Cuaca yang semakin mendung memaksa kami agar segera pulang. Pukul 13.00 WIB kami tinggalkan kawah untuk pulang. Sebelumnya kami salat di masjid Dieng, ternyata airnya juga mau mati, air kerannya kecil buanget, tetapi aman tetap dapat wudhu walau dengan sabar. Setelah salat kami lanjutkan, tetapi kami sempatkan mampir untuk beli oleh-oleh carika, atas saran saudara Govinda  kami membeli di pusat pabriknya Carika, ehm harganay isi 6 adalah Rp 16.000,00 ternyata lebih mahal dari yang di sikunir. oke ga apa2.
Mobil avansa yang kami gunakan, sepertinya tidak mungkin jika akan kami gunakan bersepuluh sampai Semarang. Overload, dan rasa yang tidak nyaman karena terlalu sempit,  kami harus mengurangi jumlah penumpang, sampai Wonosobo, setelah makan di penyetan Aldan, kami putuskan. saya dan Heri naik bus. muter-puter di terminal Wonosobo cari bus ke arah Semarang. ternyata adanya bus Nusantara, yang tidak masuk terminal. saya dan Heri nunggu di warung bakso depan terminal.
Sekitar pukul 17.00 WIB bus Nusantara yang kami nanti akhirnya datang dan kami berpisah dengan rombongan utama. Masuk bus, kondektur bilang kursi di belakang mas, cari kursi kosong, ehm kayaknya kursinya penuh deh, hanya tersisa 2 bangku kecl di belakang, kursi darurat di atas tangga. Huh nasih-nasib penumpang gelap. Bus melaju, eh baru berjalan 5 menit ternyata bus berhenti istirahat, weh-weh jam berapa nih jika berhenti berhenti gini ya. Wonosobo-Semarang jarak 104 Km, perkiraan 3-4 jam perjalanan yang harus kita tempuh.
pukul 17.30 WIB bus berangkat dari rumah makan, menuju ke Semarang, wuih bus yang saya tumpangi ternyata sopirnya kayak Torreto, benar-benar ngebut, Bus PO Nusantara rasa Sumber Kencono, pokokke minggir, rak minggir tabrak. Pukul 20.00 WIB kami sudah sampai di sukun Banyumanik, padahal perkiraan saya mungkin pukul 21.00 WIB lah paling cepet sampai Semarang.
kami turun di sukun banyumanik, lalu meneruskan perjalanan naik grab ke ngaliyan. pukul 21.00 WIB kami sampai di Kwarcab. Saya kontak teman yang di avansa, ternyata mereka baru di Candiroto menitipkan mobil. weh saya kira bakal datang terakhir ternyata datang pertama.

wuih ini perjalanan yang luar biasa, sikunir-sikunir lain waktu mungkin harus kesana, untuk melihat golden sunrise. Oke demikian pengalaman kami untuk jalan-jalan dengan segala cobaan yang kami lalui. 
Saran saya,  jika hendak ke Dieng naik mobil, dan mobilnya tidak VIT, lebih baik hindari jalan Tambi, memang motong banyak, tetapi spekulasinya dan resikonya terlalu besar. salam 
Jalan-jalan Asik Awang

Tuesday, July 11, 2017

Candi Sukuh, Piramida Suku Maya Indonesia


Candi Sukuh, Piramida Suku Maya Indonesia
Candi Sukuh, Konon bentuknya sangat mirip dengan Piramida milik suku maya di Amerika Selatan
Ini sebenarnya satu trip ketika berkunjung di candi cetho, Candi Sukuh juga berada di lereng gunung lawu, kabupaten karanganyar. Sama Halnya menuju candi cetho, peringatannya adalah kendaraan Anda harus waras dan sehat untuk menuju ke tempat ini. Daripada motor mogok di tengah jalan, lebih baik di service dulu. 
Tiket masuk Rp 7.000, 00 Murah meriah untuk hal yang spektakuler menurut saya. Kenapa ? karena seakan kita seolah melihat piramida suku maya, bentuk bangunan trapesium, tentunya sangat berbeda dengan candi prambanan atau borobudur, tapi menurut saya candi ini benar-benar layak untuk di kunjungi.
eh iya, ketika masuk candi ini, pengunjung juga dimohon untuk memakai kain jarik dan bersikap sopan santun karena tempat ini juga merupakan tempat ibadah agama hindu, 

Referensi lain : Candi Sukuh adalah sebuah kompleks candi agama Hindu yang secara administrasi terletak di wilayah Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar,Jawa Tengah. Candi ini dikategorikan sebagai candi Hindu karena ditemukannya objek pujaan lingga dan yoni. Candi ini dianggap kontroversial karena bentuknya yang kurang lazim dan karena penggambaran alat-alat kelamin manusia secara eksplisit pada beberapa figurnya.

Candi Sukuh telah diusulkan ke UNESCO untuk menjadi salah satu Situs Warisan Dunia sejak tahun 1995.
Situs candi Sukuh dilaporkan pertama kali pada masa pemerintahan Britania Raya di tanah Jawa pada tahun 1815 oleh Johnson, Residen Surakarta. Johnson kala itu ditugasi oleh Thomas Stanford Raffles untuk mengumpulkan data-data guna menulis bukunya The History of Java. Setelah masa pemerintahan Britania Raya berlalu, pada tahun 1842, Van der Vlis, arkeolog Belanda, melakukan penelitian. Pemugaran pertama dimulai pada tahun 1928.
Lokasi candi Sukuh terletak di lereng kaki Gunung Lawu pada ketinggian kurang lebih 1.186 meter di atas permukaan laut pada koordinat 07o37, 38’ 85’’ Lintang Selatan dan 111o07,. 52’65’’ Bujur Barat. Candi ini terletak di Dukuh Sukuh, Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Candi ini berjarak kurang lebih 20 kilometer dari kota Karanganyar dan 36 kilometer dari Surakarta.


Bangunan candi Sukuh memberikan kesan kesederhanaan yang mencolok pada para pengunjung. Kesan yang didapatkan dari candi ini sungguh berbeda dengan yang didapatkan dari candi-candi besar di Jawa Tengah lainnya yaitu Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Bentuk bangunan candi Sukuh cenderung mirip dengan peninggalan budaya Maya di Meksiko atau peninggalan budaya Inca di Peru. Struktur ini juga mengingatkan para pengunjung akan bentuk-bentuk piramida di Mesir.

Kesan kesederhanaan ini menarik perhatian arkeolog termashyur Belanda, W.F. Stutterheim, pada tahun 1930. Ia mencoba menjelaskannya dengan memberikan tiga argumen. Pertama, kemungkinan pemahat Candi Sukuh bukan seorang tukang batu melainkan tukang kayu dari desa dan bukan dari kalangan keraton. Kedua, candi dibuat dengan agak tergesa-gesa sehingga kurang rapi. Ketiga, keadaan politik kala itu dengan menjelang keruntuhan Majapahit, tidak memungkinkan untuk membuat candi yang besar dan megah.

Para pengunjung yang memasuki pintu utama lalu memasuki gapura terbesar akan melihat bentuk arsitektur khas bahwa ini tidak disusun tegak lurus namun agak miring, berbentuk trapesium dengan atap di atasnya.

Batu-batuan di candi ini berwarna agak kemerahan, sebab batu-batu yang dipakai adalah jenis andesit..

Keindahan Candi Sukuh
Pada teras pertama terdapat gapura utama. Pada gapura ini ada sebuah sengkala memet dalam bahasa Jawa yang berbunyi gapura buta aban wong ("raksasa gapura memangsa manusia"), yang masing-masing memiliki makna 9, 5, 3, dan 1. Jika dibalik maka didapatkan tahun 1359 (Saka) (1437 Masehi). Angka tahun ini sering dianggap sebagai tahun berdirinya candi ini, meskipun lebih mungkin adalah tahun selesainya dibangun gapura ini. Di sisi sebelahnya juga terdapat relief sengkala memet berwujud gajah bersorban yang menggigit ekor ular. Ini dianggap melambangkan bunyi gapura buta anahut buntut ("raksasa gapura menggigit ekor"), yang juga dapat ditafsirkan sebagai 1359 Saka.



Gapura pada teras kedua sudah rusak. Di kanan dan kiri gapura terdapat patung penjaga pintu atau dwarapala yang biasa ada, namun dalam keadaan rusak dan sudah tidak jelas bentuknya lagi. Gapura sudah tidak beratap dan pada teras ini tidak terdapat banyak patung-patung. Pada gapura ini terdapat sebuah candrasangkala dalam bahasa Jawa yang berbunyi gajah wiku anahut buntut yang berarti “Gajah pendeta menggigit ekor” dalam bahasa Indonesia. Kata-kata ini memiliki makna 8, 7, 3, dan 1. Jika dibalik maka didapatkan tahun 1378 Saka atau tahun 1456 Masehi.

Pada teras ketiga ini terdapat pelataran besar dengan candi induk dan beberapa panel berelief di sebelah kiri serta patung-patung di sebelah kanan.

Tepat di atas candi utama di bagian tengah terdapat sebuah bujur sangkar yang kelihatannya merupakan tempat menaruh sesajian. Di sini terdapat bekas-bekas kemenyan, dupa dan hio yang dibakar, sehingga terlihat masih sering dipergunakan untuk bersembahyang.

Kemudian pada bagian kiri candi induk terdapat serangkaian panel dengan relief yang menceritakan mitologi utama Candi Sukuh, Kidung Sudamala.

Candi Cetho yang Indah


Candi Cetho yang Indah 


Awalnya saya tidak tahu perihal candi cetho, saya baru dari postingan teman-teman di IG, banyak yang memosting foto sedang berlibur ke candi cetho. Kok kayak nya menarik dan rekomendasi untuk di kunjungi. Akhirnya saya pun merencakan untuk jalan-jalan ke tempat tersebut dengan teman-teman.

Perjalanan menuju ke tempat tersebut adalah tantangan tersendiri, apalagi bagi pengendara motor, karena memang jalannya yang menanjak dan berkelok. Jika memang kendaraan Anda tidak kuat jalan di tanjakan, lebih baik urungkan niat Anda. Karena memang jalannya memang sangat menanjak, jika memaksakan diri sangat beresiko motor tidak kuat. Tetapi jika Anda sampai, Anda tidak akan kecewa, pemandangan nya indah dan udaranya sejuk.

Tiket masuk Rp 7.000, bayar di loket, lalu untuk adat di tempat tersbut, pengunjung harus mengenakan kain jarik/batik. Selain sebagai tempat wisata, candi cetho juga sebagai tempat wisata.

Sebelum masuk, kita disuguhi beberapa anak tangga, tidak capek kok, cuma beberapa tetapi ya cukup lah untuk pemanasan, sambil berfoto foto untuk menghilangkan lelah.

masuk ke dalam kita akan di suguhi pemandangan yang eksotis, candi ini memang tak semegah borobudur atau prambanan, tetapi candi ini menyuguhi hal yang lain, bentuk candi yang berundak, pemandangan yang indah dan udara yang sejuk, serta karya seni yang tak terpikirkan.


Referensi lain : Candi Ceto merupakan candi bercorak agama Hindu yang diduga kuat dibangun pada masa-masa akhir era Majapahit (abad ke-15 Masehi). Lokasi candi berada di lereng Gunung Lawu pada ketinggian 1496 m di atas permukaan laut[1], dan secara administratif berada di Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar.
Kompleks candi digunakan oleh penduduk setempat dan juga peziarah yang beragama Hindu sebagai tempat pemujaan. Candi ini juga merupakan tempat pertapaan bagi kalangan penganut kepercayaan asli Jawa/Kejawen.
Laporan ilmiah pertama mengenai Candi Ceto dibuat oleh van de Vlies pada tahun 1842[1]. A.J. Bernet Kempers juga melakukan penelitian mengenainya. Ekskavasi (penggalian) untuk kepentingan rekonstruksi dan penemuan objek terpendam dilakukan pertama kali pada tahun 1928 oleh Dinas Purbakala (Commissie vor Oudheiddienst) Hindia Belanda. Berdasarkan keadaannya ketika reruntuhannya mulai diteliti, candi ini diperkirakan berusia tidak jauh berbeda dari Candi Sukuh, yang cukup berdekatan lokasinya.
Ketika ditemukan keadaan candi ini merupakan reruntuhan batu pada 14 teras/punden bertingkat, memanjang dari barat (paling rendah) ke timur, meskipun pada saat ini tinggal 13 teras, dan pemugaran dilakukan pada sembilan teras saja. Strukturnya yang berteras-teras ("punden berundak") memunculkan dugaan akan sinkretisme kultur asli Nusantara dengan Hinduisme. Dugaan ini diperkuat oleh aspek ikonografi. Bentuk tubuh manusia pada relief-relief menyerupai wayang kulit, dengan wajah tampak samping tetapi tubuh cenderung tampak depan. Penggambaran serupa, yang menunjukkan ciri periode sejarah Hindu-Buddha akhir, ditemukan di Candi Sukuh.

Pemugaran pada akhir 1970-an yang dilakukan sepihak oleh Sudjono Humardani, asisten pribadi Suharto (presiden kedua Indonesia) mengubah banyak struktur asli candi, meskipun konsep punden berundak tetap dipertahankan. Pemugaran ini banyak dikritik oleh para pakar arkeologi, mengingat bahwa pemugaran situs purbakala tidak dapat dilakukan tanpa studi yang mendalam. Beberapa objek baru hasil pemugaran yang dianggap tidak original adalah gapura megah di bagian depan kompleks, bangunan-bangunan dari kayu tempat pertapaan, patung-patung yang dinisbatkan sebagai Sabdapalon, Nayagenggong, Brawijaya V, serta phallus, dan bangunan kubus pada bagian puncak punden.

Selanjutnya, Bupati Karanganyar periode 2003-2008, Rina Iriani, dengan alasan untuk menyemarakkan gairah keberagamaan di sekitar candi, menempatkan arca Dewi Saraswati, sumbangan dari Kabupaten Gianyar, pada bagian timur kompleks candi, pada punden lebih tinggi daripada bangunan kubus.

Pada keadaannya sejak renovasi, kompleks Candi Ceto terdiri dari sembilan tingkatan berundak. Sebelum gapura besar berbentuk candi bentar, pengunjung mendapati dua pasang arca penjaga. Aras pertama setelah gapura masuk (yaitu teras ketiga) merupakan halaman candi. Aras kedua masih berupa halaman. Pada aras ketiga terdapat petilasan Ki Ageng Krincingwesi, leluhur masyarakat Dusun Ceto.


Sebelum memasuki aras kelima (teras ketujuh), pada dinding kanan gapura terdapat inskripsi (tulisan pada batu) dengan aksara Jawa Kuno berbahasa Jawa Kuno berbunyi pelling padamel irikang buku tirtasunya hawakira ya hilang saka kalanya wiku goh anaut iku 1397[1]. Tulisan ini ditafsirkan sebagai fungsi candi untuk menyucikan diri (ruwat) dan penyebutan tahun pembuatan gapura, yaitu 1397 Saka atau 1475 Masehi. Di teras ketujuh terdapat sebuah tataan batu mendatar di permukaan tanah yang menggambarkan kura-kura raksasa, surya Majapahit (diduga sebagai lambang Majapahit), dan simbol phallus (penis, alat kelamin laki-laki) sepanjang 2 meter dilengkapi dengan hiasan tindik (piercing) bertipe ampallang. Kura-kura adalah lambang penciptaan alam semesta sedangkan penis merupakan simbol penciptaan manusia. Terdapat penggambaran hewan-hewan lain, seperti mimi, katak, dan ketam. Simbol-simbol hewan yang ada, dapat dibaca sebagai suryasengkala berangka tahun 1373 Saka, atau 1451 era modern. Dapat ditafsirkan bahwa kompleks candi ini dibangun bertahap atau melalui beberapa kali renovasi.

Pada aras selanjutnya dapat ditemui jajaran batu pada dua dataran bersebelahan yang memuat relief cuplikan kisah Sudamala, seperti yang terdapat pula di Candi Sukuh. Kisah ini masih populer di kalangan masyarakat Jawa sebagai dasar upacara ruwatan. Dua aras berikutnya memuat bangunan-bangunan pendapa yang mengapit jalan masuk candi. Sampai saat ini pendapa-pendapa tersebut digunakan sebagai tempat pelangsungan upacara-upacara keagamaan. Pada aras ketujuh dapat ditemui dua arca di sisi utara dan selatan. Di sisi utara merupakan arca Sabdapalon dan di selatan Nayagenggong, dua tokoh setengah mitos (banyak yang menganggap sebetulnya keduanya adalah tokoh yang sama) yang diyakini sebagai abdi dan penasehat spiritual Sang Prabu Brawijaya V.

Pada aras kedelapan terdapat arca phallus (disebut "kuntobimo") di sisi utara dan arca Sang Prabu Brawijaya V dalam wujud mahadewa. Pemujaan terhadap arca phallus melambangkan ungkapan syukur dan pengharapan atas kesuburan yang melimpah atas bumi setempat. Aras terakhir (kesembilan) adalah aras tertinggi sebagai tempat pemanjatan doa. Di sini terdapat bangunan batu berbentuk kubus.

Di bagian teratas kompleks Candi Ceto terdapat sebuah bangunan yang pada masa lalu digunakan sebagai tempat membersihkan diri sebelum melaksanakan upacara ritual peribadahan (patirtan). Di timur laut bangunan candi, dengan menuruni lereng, ditemukan sebuah kompleks bangunan candi yang kini disebut sebagai Candi Kethek ("Candi Kera").